SUMBAWAPOST.com, Malang – Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Lalu Muhamad Iqbal, menyampaikan orasi ilmiah yang menggugah dalam acara Wisuda ke-118 Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) untuk Program Vokasi, Sarjana, dan Pascasarjana, Selasa (17/6). Dalam pidatonya, Gubernur menekankan pentingnya kegagalan sebagai bagian tak terpisahkan dari proses menuju keberhasilan.
“Semua keberhasilan dimulai dari kegagalan. Maka jangan pernah takut salah. Mumpung kuota salah Anda masih besar. Nanti kalau sudah berada di posisi seperti saya, kuotanya makin menipis,” ujarnya di hadapan para wisudawan.
Ia mengingatkan bahwa dunia setelah kampus memiliki dinamika berbeda, menuntut keberanian untuk mencoba, kesiapan mengambil risiko, serta kerendahan hati untuk terus belajar.
“Jangan malu terlihat kecil atau tampak bodoh di awal. Yang harus Anda khawatirkan adalah jika tetap kecil dan tetap bodoh seumur hidup,” tambahnya penuh makna.
Tak sekadar memberi motivasi, Gubernur Iqbal juga membuka ruang bagi para lulusan UMM untuk berkarya dan mengabdi di NTB. Ia menegaskan, Pemerintah Provinsi siap mendukung kontribusi alumni dalam berbagai bentuk.
“Pintu Provinsi NTB terbuka untuk pengabdian. Saya tidak ingin meminta apa pun dari alumni UMM. Tapi saya memberi Anda ruang untuk memberi tahu saya: apa yang Anda harapkan dari NTB? Kami siap bekerja sama agar Anda bisa memberikan kontribusi nyata,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Gubernur juga menyampaikan kekagumannya atas perkembangan UMM yang pesat dan dinamis, bahkan menyebutnya sebagai salah satu kampus dengan pertumbuhan tercepat di tanah air.
“Setiap tiga tahun saya kembali ke kampus ini, selalu ada hal baru. Universitas ini tumbuh luar biasa karena mimpi besar para pendirinya. Maka, teruskan tradisi bermimpi besar itu,” ungkapnya.
Menutup orasinya, Gubernur menyoroti pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan perguruan tinggi dalam menjawab persoalan-persoalan riil di masyarakat. Ia menyampaikan analogi kritis terkait pentingnya peran ilmuwan dalam kebijakan publik.
“Every disaster movie starts with the government ignoring the scientist (Setiap film bencana dimulai dengan pemerintah yang mengabaikan ilmuwan). Karena itu, bagi kami di NTB, bekerja sama dengan universitas adalah keharusan. Kami punya masalahnya, dan solusinya ada di kampus,” tandasnya.












