SUMBAWAPOST.com, Mataram – Jagat kepolisian di Nusa Tenggara Barat kembali dihebohkan. Dua oknum polisi, KOMPOL Y dan IPDA AC, resmi ‘disapu bersih’ dari institusi Polri dengan pemecatan tidak hormat (PTDH). Mereka tak hanya dituding mencoreng nama baik kepolisian, tetapi juga diduga terseret dalam kasus sensitif: kebohongan, narkoba, dan perzinahan, yang menyeret-nyeret nama mendiang Brigadir Nurhadi.
Putusan mengejutkan ini dijatuhkan dalam sidang Komisi Kode Etik Profesi (KKEP) yang digelar Selasa, 27 Mei 2025, di ruang sidang Bidang Propam Polda NTB.
Kepala Bidang Humas Polda NTB, Kombes Pol. Mohammad Kholid, S.I.K., M.M., menegaskan bahwa sanksi dijatuhkan secara tegas dan tidak main-main. Keduanya dijatuhi dua sanksi berat sekaligus penempatan dalam tempat khusus selama 30 hari, dan pemecatan secara tidak hormat dari dinas kepolisian.
“Sidang etik menyatakan bahwa perbuatan mereka tidak mencerminkan sikap, perilaku, dan nilai-nilai moral yang seharusnya dijunjung tinggi oleh anggota Polri. Mereka telah melanggar ketentuan dalam Pasal 11 ayat (2) huruf b dan Pasal 13 huruf e dan f Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi Polri, serta Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri,” ujar Kombes Kholid.
Aksi tak terpuji mereka disebut sebagai ‘perbuatan tercela’ yang menjadi tamparan keras bagi institusi berseragam cokelat itu. Namun, ternyata kasus ini bukan sekadar pelanggaran etik biasa.
Fakta mencengangkan terkuak dalam sidang etik, Kompol Y dan IPDA AC disebut berbohong, terlibat dalam penyalahgunaan narkoba, dan melakukan perzinahan. Meskipun polisi belum secara gamblang mengaitkan tindakan mereka dengan kematian Brigadir Nurhadi, publik menyorot erat hubungan kasus etik ini dengan tragedi tersebut.
“Penjatuhan sanksi etik tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana atau perdata. Mengenai proses hukum akan dibuka dan diuji secara sah nantinya di hadapan pengadilan. Saat ini penyidik Ditreskrimum Polda NTB sedang melakukan pemeriksaan intensif,” tegas Kombes Kholid.
Sanksi dijatuhkan berdasarkan pelanggaran terhadap, Pasal 11 ayat (2) huruf b: “Setiap pejabat Polri yang berkedudukan sebagai bawahan dilarang menyampaikan laporan yang tidak benar kepada atasan.”
Pasal 13 huruf e: “Dilarang menyimpan, menggunakan, mengedarkan, dan/atau memproduksi narkotika, psikotropika dan obat terlarang.”
Pasal 13 huruf f: “Melakukan perzinaan dan/atau perselingkuhan.”
Serta Pasal 13 ayat (1) PP Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pemberhentian Anggota Polri.
Namun, hingga kini, polisi belum menjelaskan secara rinci kronologis penyalahgunaan narkoba, perzinahan, maupun kebohongan yang dilakukan keduanya. Terlebih, belum ada klarifikasi apakah tindakan ini terkait langsung dengan kematian Brigadir Nurhadi, yang masih misterius.
Polda NTB menegaskan proses ini bagian dari komitmen untuk mewujudkan Polri yang bersih, profesional, dan transparan sesuai semangat PRESISI Prediktif, Responsibilitas, dan Transparansi Berkeadilan.
“Langkah ini menunjukan ketegasan institusi dalam menjaga kehormatan dan kepercayaan publik terhadap Polri. Tidak ada ruang untuk perilaku yang mencederai nilai-nilai moral dan etika dalam tubuh Polri,” tegas Kholid menutup pernyataannya.












