SUMBAWAPOST.com, Lombok Tengah – Serikat Mahasiswa Teres Bereng menyuarakan penolakan tegas terhadap rencana penggusuran warga di kawasan Pantai Tanjung Aan, Lombok Tengah. Mereka mengecam langkah yang ditempuh oleh Injourney Tourism Development Corporation (ITDC), dan menyebutnya sebagai bentuk ‘penjajahan gaya baru’ atas nama pembangunan pariwisata.
“Ini bukan sekadar soal lahan. Ini adalah bentuk nyata perampasan ruang hidup masyarakat dengan topeng investasi,” ujar Lalu Wahyu Alam, Ketua Presidium Serikat Mahasiswa Teres Bereng, dalam pernyataannya pada Senin, 14 Juli 2025.
Wahyu mengingatkan bahwa sebelum kawasan itu dilirik sebagai destinasi wisata unggulan, justru warga setempatlah yang pertama kali membuka, mengelola, dan memperkenalkan Tanjung Aan kepada wisatawan. Menurutnya, masyarakat lokal selama bertahun-tahun menjaga dan membangun wilayah tersebut tanpa dukungan negara maupun investor.
“Ketika kawasan ini mulai dikenal dan bernilai ekonomi tinggi, rakyat tiba-tiba dianggap penghalang kemajuan. ITDC datang seperti tuan tanah, bertindak sepihak terhadap warga yang telah lama menggantungkan hidupnya di sana,” ujarnya.
Tak hanya mengkritisi ITDC, Wahyu juga menyindir sikap Pemerintah Provinsi NTB dan Pemkab Lombok Tengah yang dinilai apatis terhadap nasib warganya. Ia menuding para pemimpin daerah telah abai dan justru membiarkan alat negara digunakan untuk menekan rakyat.
“Gubernur dan bupati seharusnya menjadi tameng bagi rakyat, bukan menjadi penonton saat tanah mereka dirampas. Ini adalah bentuk pengkhianatan terhadap amanah konstitusi,” tegasnya.
Dalam sikap resminya, Serikat Mahasiswa Teres Bereng mengajukan lima tuntutan utama:
1. Hentikan seluruh bentuk penggusuran terhadap warga Tanjung Aan oleh ITDC.
2. Tarik aparat keamanan dari wilayah sengketa.
3. Desak pemerintah daerah, khususnya Gubernur NTB dan Bupati Lombok Tengah, untuk berpihak kepada rakyat.
4. Audit menyeluruh terhadap proyek Mandalika yang dinilai gagal memberi manfaat langsung bagi masyarakat.
5. Berikan jaminan hukum atas tanah dan usaha rakyat yang dibangun secara mandiri selama puluhan tahun.
Serikat Mahasiswa Teres Bereng menyatakan siap melakukan aksi massa jika suara rakyat terus diabaikan. Mereka menegaskan bahwa rakyat bukan tamu di tanah yang mereka hidupi sejak lama.
“Ini bukan semata soal tanah, ini soal harga diri. Tanah yang telah menghidupi kami tak akan kami serahkan kepada korporasi. Lawan penggusuran. Lawan perampasan ruang hidup. Tanah untuk rakyat, bukan untuk investor,” pungkas Wahyu penuh semangat.












