SUMBAWAPOST.com, Mataram – Drama keamanan di Nusa Tenggara Barat memuncak. Insiden perusakan Mapolda NTB dan pembakaran Kantor DPRD NTB oleh massa demonstran pada Sabtu (30/8/2025) sontak mengguncang jagat politik dan hukum di daerah ini. Suasana kian panas, tudingan pun mulai mengarah ke pucuk pimpinan kepolisian.
Ketua DPC PDI Perjuangan Kabupaten Lombok Timur, Ahmad Sukro, SH., M.Kn, tak bisa menahan amarahnya. Menurutnya, dua insiden ini adalah bukti kegagalan Kapolda NTB Irjen Pol Hadi Gunawan dalam menjaga stabilitas keamanan dan ketertiban masyarakat (Kamtibmas).
“Saya pertanyakan kinerja puncak pimpinan Polda NTB. Saya menilai Kapolda NTB gagal total menjalankan tugas karena dua peristiwa ini,” tegas Sukro.
Sukro menilai koordinasi dan mitigasi dari jajaran Polda NTB benar-benar nol besar. Baginya, apa yang terjadi adalah tamparan keras terhadap wibawa aparat keamanan.
“Mapolda NTB dirusak, Kantor DPRD sampai bisa terbakar. Ini apa penyebabnya? Masa polisi tidak mendapatkan informasi? Di mana mitigasinya? Di mana letak kerja antisipasi kepolisian NTB?,” sindirnya.
Menurutnya, sejak NTB berdiri, belum pernah ada demonstrasi yang berujung perusakan kantor kepolisian setingkat Mapolda. Bahkan, di level Polres pun tidak pernah terjadi.
“Sekelas Mapolda NTB, sejak NTB berdiri sekencang apapun demonstrasi, tidak pernah sampai dirusak. Polda kok bisa kebobolan?,” tambahnya geram.
Sukro juga menyinggung anggaran besar yang digelontorkan untuk menjaga Kamtibmas di NTB. Menurutnya, besarnya anggaran tidak sejalan dengan kinerja yang dihasilkan.
“Kalau memang tidak mampu menjalankan fungsi Kamtibmas, hilangkan saja anggarannya. Serahkan ke tentara saja,” cetusnya.
Menurut Sukro, perusakan Mapolda NTB dan pembakaran DPRD NTB adalah peristiwa memalukan yang bakal meninggalkan luka panjang. Ia memandangnya dari tiga perspektif utama:
- Gagal Deteksi Dini dan Perlindungan Publik
Polisi disebut gagal melakukan deteksi awal, pengendalian massa, dan perlindungan fasilitas publik. Mapolda dan DPRD adalah simbol negara. Jika keduanya bisa dengan mudah dirusak dan dibakar, publik akan menilai aparat abai menjalankan fungsi preventif dan represif. - Krisis Kepercayaan Publik
Tindakan anarkis massa biasanya lahir dari akumulasi kekecewaan rakyat terhadap lembaga politik maupun aparat. Jika polisi gagal meredam provokasi dan mengelola dinamika sosial, citra kelemahan institusi keamanan akan semakin terekspos telanjang. - Rapuhnya Sistem Komunikasi dan Mitigasi Konflik
Sukro menilai aparat lebih sering datang setelah kerusuhan pecah ketimbang melakukan upaya persuasif dan mitigasi konflik sejak dini. “Lemahnya kepolisian bukan hanya soal gagal menjaga fisik gedung, tapi juga gagal membangun komunikasi dan membaca potensi konflik sejak awal,” jelasnya.
Sukro menegaskan, dua peristiwa ini bukan sekadar aksi kriminal. Ini adalah cermin rapuhnya kehadiran negara melalui institusi kepolisian dalam menjaga wibawa hukum, keamanan publik, dan simbol demokrasi.
“Ini memalukan, dan tidak boleh terjadi lagi. Kapolda harus bertanggung jawab,” pungkasnya.












