SUMBAWAPOST.com, Bima- Kasus dugaan korupsi dana pokok-pokok pikiran (Pokir) DPRD Kabupaten Bima tahun anggaran 2025 mulai ditelisik aparat penegak hukum. Kejaksaan Negeri (Kejari) Bima telah membentuk tim khusus untuk menelusuri dugaan penyalahgunaan dana miliaran rupiah tersebut.
Kasi Pidsus Kejari Bima, Catur Hidayat, mengatakan pihaknya sudah memulai pengumpulan data dan keterangan.
“Kami telah tindaklanjuti Lapdu (laporan pengaduan) warga,” ujarnya, Kamis (25/9).
Menurut Catur yang akrab disapa Yabo, tim penyelidik akan meminta keterangan dari berbagai pihak, termasuk pimpinan dewan, anggota penerima Pokir, hingga pejabat Pemkab Bima.
“Kasus ini masih puldata (pengumpulan data) dan pulbaket (pengumpulan bahan keterangan),” jelasnya.
Meski begitu, Yabo belum mengungkap nama-nama yang bakal dipanggil.
“Kami belum bisa sampaikan karena masih puldata dan pulbaket,” terangnya.
Dugaan penyalahgunaan dana Pokir DPRD Kabupaten Bima dilaporkan sekelompok warga pada Senin (29/7). Pelapor menyoroti alokasi anggaran Rp60 miliar yang dinilai tidak transparan dan sarat praktik pengaturan fee proyek, alih-alih benar-benar untuk kebutuhan masyarakat.
Selain Pokir, DPRD Bima juga diketahui menikmati kenaikan anggaran dalam APBD 2025 hasil pergeseran. Belanja gaji dan tunjangan naik dari Rp21 miliar menjadi Rp22 miliar. Rinciannya antara lain:
1. Uang representasi tetap Rp1 miliar
2. Tunjangan jabatan Rp1,4 miliar
3. Tunjangan komunikasi intensif pimpinan dan anggota dewan Rp5,2 miliar
4. Tunjangan reses Rp1,2 miliar
5. Tunjangan kesejahteraan Rp6 miliar
6. Tunjangan perumahan Rp5,9 miliar
7. Tunjangan transportasi naik dari Rp5,9 miliar menjadi Rp6 miliar
Sementara itu, Kepala Bappeda Bima Taufik menyebut Pemkab Bima memang sudah mengalokasikan Rp60 miliar untuk mengakomodir Pokir DPRD.
“Dari anggaran yang disiapkan pemda, masing-masing dewan akan dapat jatah sesuai kesepakatan internal mereka. Berapa per anggota dewan, mereka sendiri dan sekretariat yang mengetahuinya,” katanya.
Ia menegaskan dana itu disalurkan melalui organisasi perangkat daerah (OPD) yang ditunjuk sebagai pelaksana anggaran.
“Untuk pembelanjaan sudah ditetapkan pemerintah. Termasuk pembelanjaan dewan, kami sudah ingatkan harus belanja untuk kebutuhan kesehatan, pendidikan, infrastruktur, pertanian, peternakan, dan sejenisnya,” tegas Taufik.












