SUMBAWAPOST.com,Mataram – Satuan Tugas Pangan Polda Nusa Tenggara Barat (NTB) mengungkap praktik pengoplosan beras berskala besar yang melibatkan seorang aparatur sipil negara (ASN) berinisial NA. Pria tersebut bertugas di Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA) Lombok Tengah itu kini resmi ditahan. Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda NTB, Kombes Pol. F.X. Endriadi, membenarkan bahwa NA resmi ditahan di Rutan Polda NTB.
“Penahanan dilakukan setelah penyidik memiliki cukup bukti. Saat ini berkas perkara sedang kami lengkapi,” ujar Endriadi, Jumat (8/8/2025) di Mataram kemarin.
Kasus ini terkuak dari laporan warga yang meragukan kualitas beras bermerek SPHP dan Beraskita di Kota Mataram. Menindaklanjuti laporan tersebut, Satgas Pangan Polda NTB bersama Perum Bulog NTB melakukan penyelidikan lapangan.
Puncaknya, pada Rabu (30/7/2025), petugas menggerebek sebuah gudang di BTN Pemda Dasan Geres, Kabupaten Lombok Barat. Di lokasi itu, polisi menemukan bukti yang menguatkan dugaan pengoplosan yakni ribuan kilogram beras campuran, karung kemasan ilegal, hingga peralatan produksi seperti mesin blower, ayakan, mesin jahit kemasan, sekop, dan timbangan.
Dari hasil pemeriksaan, NA mengaku menjalankan bisnis curang ini sejak dua bulan lalu. Dalam periode itu, ia sudah memasarkan sekitar 15 ton beras oplosan ke sejumlah toko di Kota Mataram.
“Modusnya, mencampur tiga karung beras kualitas baik dengan satu karung menir, lalu mengemas ulang dalam kemasan merek SPHP, Beraskita, dan Beras Medium berisi 5 kilogram,” jelas Endriadi.
Beras oplosan itu dipasarkan secara door to door menggunakan mobil pikap, dengan keuntungan antara Rp1.500-Rp2.000 per kemasan.
“Harga yang dibayar masyarakat tidak sebanding dengan kualitasnya. Ini penipuan yang merusak kepercayaan publik terhadap program pangan nasional,” tegas Endriadi.
Dalam operasi tersebut, polisi menyita 3.525 kilogram beras oplosan, 4.277 lembar kemasan merek SPHP, Beraskita, dan Beras Medium, serta 14.000 kemasan kosong siap pakai.
Atas perbuatannya, NA dijerat berlapis dengan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan UU No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis.












