SUMBAWAPOST.com, Dompu- Kasus dugaan tindak pidana penggelapan hak atas tanah dan pemalsuan dokumen yang menyeret oknum nama anggota DPRD Provinsi NTB dari Fraksi Partai Golkar Inisial EL, kini memasuki babak baru. Penyidik Satreskrim Polres Dompu resmi melayangkan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) kepada pelapor, Muh. Adnan, pada 22 September 2025.
Surat yang ditandatangani Kasat Reskrim Polres Dompu, AKP Masdidin, S. SH itu menegaskan dasar penyidikan mengacu pada Pasal 109 ayat (2) KUHAP, UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri, serta sejumlah pasal pidana, di antaranya Pasal 372 KUHP, Pasal 385 ayat (1) KUHP, Pasal 263 KUHP, Pasal 264 ayat (1) ke-1 KUHP, dan Pasal 266 KUHP.
Kasus ini bermula dari laporan polisi dengan nomor LP/B/37/II/2025/SPKT/Polres Dompu/Polda NTB yang dibuat pada 12 Februari 2025. Dalam laporan tersebut, EL dilaporkan terkait dugaan penggelapan tanah dan pemalsuan akta otentik yang diduga terjadi sejak tahun 2015.
Dari catatan Polres Dompu, serangkaian langkah hukum telah dilakukan, di antaranya:
1. 13 Agustus 2025: Polres Dompu mengirim surat permohonan izin pemeriksaan ke Ketua DPRD NTB.
2. 15 Agustus 2025: Ketua DPRD NTB resmi memberi izin pemeriksaan terhadap EF.
3. 17 September 2025: Gelar perkara khusus dilaksanakan di Polda NTB.
4. 18 September 2025: Penyidik kembali melayangkan surat permohonan izin pemeriksaan sekaligus surat panggilan kepada EF
5. 22 September 2025: Terlapor dijadwalkan hadir di Polres Dompu untuk pemeriksaan, namun hingga kini belum terpenuhi.
Kasat Reskrim Polres Dompu menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti menindaklanjuti kasus ini. Jika panggilan resmi tidak dipenuhi, polisi siap mengambil langkah upaya paksa dengan menerbitkan surat perintah membawa saksi.
“Koordinasi terus dilakukan dengan Polda NTB untuk menuntaskan perkara ini,” tulis AKP Masdidin dalam SP2HP yang diterima pelapor melalui kuasanya.
Terpisah, Ketua SEMMI NTB, Rizal, menyoroti sikap oknum anggota DPRD NTB, EL, yang berulang kali tidak hadir saat dipanggil penyidik terkait dugaan kasus penggelapan hak atas tanah dan pemalsuan dokumen/akta otentik. Menurut Rizal, ketidakhadiran tersebut merupakan bentuk ketidakpatuhan terhadap proses hukum dan mencederai prinsip equality before the law atau persamaan di hadapan hukum.
“Tidak hadirnya yang bersangkutan merupakan preseden buruk yang mencoreng marwah lembaga legislatif dan merusak kepercayaan publik terhadap penegakan hukum di NTB,” tegas Rizal. Jum’at (26/9).
SEMMI NTB mendesak Polres Dompu untuk mengambil langkah hukum tegas sesuai ketentuan perundang-undangan, termasuk opsi pemanggilan paksa sebagaimana diatur dalam KUHAP, jika EL terus mangkir tanpa alasan yang sah. Selain itu, Rizal meminta Kapolda NTB untuk mengawasi secara langsung penanganan kasus ini agar tidak terjadi intervensi atau perlakuan istimewa terhadap pejabat publik.
“Jika aparat penegak hukum tidak segera bertindak tegas, kami tidak segan menggelar aksi demonstrasi di Mapolres Dompu dan Polda NTB sebagai bentuk kontrol publik,” ujar Rizal.
SEMMI NTB menegaskan pihaknya dikuasakan oleh pelapor, Sdr. Adnan, untuk mengawal kasus ini. Rizal menambahkan bahwa pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari Polres Dompu sebagai bagian dari tindak lanjut pengawasan kasus ini.
“Hukum tidak boleh tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Semua warga negara sama di hadapan hukum, termasuk pejabat sekalipun,” tegasnya.
“Kami SEMMI NTB terus mengawal kasus ini sampai tuntas. Kami percaya Polres Dompu bekerja Profesional dan Transparan, Tampa ada intervensi oleh siapapun,”terangnya.
Terpisah, sbelumnya terkait hal itu, Anggota DPRD NTB EL melalui Kuasa Hukum nya Apriyadin, membantah tudingan bahwa kliennya mangkir dari panggilan penyidik Polres Dompu dalam kasus tanah yang sedang bergulir dengan pelapor Adnan.
Menurut Apriyadin, hingga kini EF belum pernah menerima surat panggilan resmi dari penyidik. Surat yang dikirim Polres Dompu ke pimpinan DPRD NTB, kata dia, bukanlah surat panggilan, melainkan permintaan persetujuan agar kliennya dapat dimintai keterangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Apriyadin juga menegaskan bahwa perkara yang dilaporkan oleh seseorang bernama Adnan terkait klaim tanah milik EL sejatinya tidak berdasar. Ia menyebut, tanah tersebut adalah milik sah EL, yang diperoleh melalui pembelian langsung dari almarhum M. Saleh Azis melalui istrinya, Jaenab, disaksikan pula oleh anak-anaknya sebagai ahli waris.
“Jadi status tanah itu jelas dan sah menurut hukum, karena transaksi dilakukan dengan pihak yang berhak, yakni ahli waris almarhum M. Saleh Azis. Klien kami EL memegang bukti yang lengkap,” ujar Apriyadin.












