SUMBAWAPOST.com, Mataram- Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Nusa Tenggara Barat (NTB) melontarkan kecaman keras terhadap langkah Polres Sumbawa yang memanggil klarifikasi tujuh media terkait pemberitaan dugaan pencemaran nama baik. PWI menilai tindakan tersebut sebagai ancaman serius terhadap kebebasan pers dan berpotensi menjadi preseden buruk bagi kerja jurnalistik di Indonesia.
“Kami sangat menyesalkan pemanggilan klarifikasi terhadap tujuh media di NTB. Ini bisa menjadi alat pembungkaman kerja jurnalistik dan jelas-jelas mengancam kebebasan pers yang dilindungi konstitusi,” tegas Ketua PWI NTB, Ahmad Ikliludin, Kamis malam (21/8/2025).
Ikliludin, jurnalis senior Radar Lombok, menjelaskan bahwa pihaknya telah mempelajari konten berita yang dipersoalkan dan memastikan bahwa liputan tersebut sudah memenuhi ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers serta Kode Etik Jurnalistik (KEJ).
“Wartawan yang menulis berita berdasarkan fakta dan mematuhi KEJ dilindungi UU Pers. Pasal 17 UU Pers secara tegas memberikan perlindungan terhadap profesi jurnalis,” ujarnya lantang.
Menurut Iklil, pemanggilan jurnalis baik sebagai terlapor maupun saksi terkait pemberitaan hasil liputan, berpotensi melanggar Pasal 8 UU Pers. Pasal tersebut menegaskan bahwa wartawan berhak mendapatkan perlindungan hukum dalam menjalankan profesinya.
“Jurnalis harus bisa bekerja tanpa intimidasi, tekanan, atau ancaman hukum yang bertentangan dengan prinsip kebebasan pers di Indonesia,” tegasnya.
PWI NTB menegaskan, jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pemberitaan, penyelesaiannya tidak bisa melalui proses pidana. Sengketa pemberitaan adalah masalah kode etik, bukan tindak kriminal.
“Undang-Undang Pers sudah jelas mengatur mekanisme penyelesaian sengketa, yaitu melalui hak jawab, hak koreksi, dan Dewan Pers. Itu jalurnya, bukan kriminalisasi,” kata Iklil.
Lebih jauh, Iklil mengingatkan adanya Nota Kesepahaman (MoU) antara Dewan Pers dan Kepolisian Republik Indonesia Nomor: 2/DP/MoU/II/2017 dan Nomor B/15/II/2017. Dalam MoU itu ditegaskan bahwa sengketa pemberitaan harus diarahkan ke Dewan Pers, bukan langsung ke jalur pidana.
“Kalau ada pengaduan, polisi seharusnya mengarahkan pengadu untuk menempuh mekanisme sesuai UU Pers, bukan langsung memanggil jurnalis. Ini bentuk ketidakpahaman terhadap regulasi,” tegasnya.
Atas dasar itu, PWI NTB mendesak Polres Sumbawa segera mencabut surat panggilan terhadap tujuh media. PWI menilai tindakan itu telah mencederai kebebasan pers dan bisa menjadi praktik pembungkaman di era demokrasi.
“Kami mengimbau seluruh jurnalis untuk tetap berpegang teguh pada UU Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Jangan pernah takut, karena selama kita bekerja sesuai koridor hukum, UU melindungi kita,” tandas Ikliludin.
Pemanggilan klarifikasi terhadap tujuh media ini memantik perdebatan luas di kalangan insan pers NTB. Banyak pihak khawatir praktik seperti ini akan menjadi pintu masuk kriminalisasi jurnalis dan melemahkan fungsi kontrol sosial pers.












