SUMBAWAPOST.com, Sumbawa- Proyek penataan kawasan Pantai Gelora kembali jadi sorotan. Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil NTB, Muhammad Arief, SH., menuding ada dugaan penggunaan beton tidak sesuai spesifikasi pada pekerjaan yang dilaksanakan tahun 2023.
Proyek yang dibiayai APBN Tahun Anggaran 2023 ini terbagi dalam dua paket pekerjaan dengan nilai fantastis. Paket pertama senilai Rp23 miliar dikerjakan oleh PT Surabaya Jaya Konstruksi, sementara paket kedua senilai Rp20 miliar ditangani oleh PT Ibnu Munsyir Dwi Guna.
Menurut Arief, indikasi penyimpangan mengarah pada mutu beton yang tak memenuhi standar sebagaimana tercantum dalam kontrak maupun aturan teknis nasional.
Dalam dokumen resmi, jelas disebutkan bahwa pekerjaan di area pantai wajib menggunakan beton dengan mutu minimal fc’ 35 MPa untuk konstruksi bertulang, atau fc’ 40 MPa untuk blok beton tanpa tulangan. Selimut beton (cover) juga minimal 70 mm, serta harus tahan terhadap klorida (air laut) dan sulfat, sebagaimana diatur dalam SKh-1.7.28 Bina Marga dan SNI 03-2915-2002.
Namun, temuan lapangan berkata lain diantaranya:
1. Pengendalian mutu tidak dilakukan lembaga berlisensi resmi, melainkan langsung oleh kontraktor.
2. Mutu beton diduga jauh dari spesifikasi, sehingga rawan rusak akibat abrasi, air laut, dan korosi tulangan.
3. Ketahanan jangka panjang proyek dipertanyakan, dikhawatirkan umur konstruksi pendek dan merugikan negara serta masyarakat.
“Klien kami menilai bahwa kelalaian ini bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga indikasi lemahnya pengawasan dari pihak terkait. Apabila benar terjadi, maka proyek ini patut diperiksa lebih lanjut oleh Aparat Penegak Hukum, BPK, dan BPKP, mengingat adanya potensi pelanggaran terhadap Peraturan Presiden tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah serta peraturan teknis Kementerian PUPR,” ujar Arief. Sabtu (13/9).
Tuntutan Kuasa Hukum Koalisi Masyarakat Sipil NTB:
1. Pemerintah pusat dan daerah segera lakukan audit teknis independen terhadap mutu beton di proyek Pantai Gelora.
2. Aparat hukum mengusut dugaan pelanggaran kontrak yang berpotensi merugikan keuangan negara.
3. Kontraktor pelaksana diminta bertanggung jawab penuh dan melakukan perbaikan sesuai spesifikasi.
4. Publik diajak ikut mengawasi agar proyek infrastruktur benar-benar bermanfaat jangka panjang, bukan jadi proyek gagal.












