Langkah hukum Oknum Anggota DPRD NTB Golkar inisial EL untuk menggugurkan status penyidikannya kandas di meja hijau. Pengadilan Negeri Dompu resmi menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukannya, memperkuat posisi penyidik sekaligus membuka jalan bagi penegakan hukum yang lebih tegas. Sementara kuasa hukum penggugat mendesak polisi segera lakukan jemput paksa.
SUMBAWAPOST.com, Dompu- Langkah hukum oknum Anggota DPRD NTB Partai Golkar EL kandas di meja hijau. Dalam putusan perkara Nomor 7/Pid.Pra/2025/PN.Dpu, Pengadilan Negeri Dompu resmi menolak seluruh permohonan praperadilan yang diajukan oleh EL dan menegaskan bahwa status hukumnya tetap berada pada tahap penyidikan.
Sidang yang digelar hari ini, Senin (13/10/2025) menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima, dengan pembebanan biaya perkara nihil. Putusan tersebut sekaligus menguatkan langkah penyidik dalam menangani perkara yang melibatkan EL
Menanggapi hasil tersebut, Serikat Mahasiswa Muslimin Indonesia (SEMMI) NTB menilai upaya praperadilan yang diajukan EL hanya sebagai manuver hukum untuk memperlambat proses penyidikan.
“Praperadilan yang diajukan oleh EL dianggap sebagai upaya untuk memperlambat proses hukum di tengah statusnya yang telah naik ke tahap penyidikan,” ujar Rizal, Ketua SEMMI NTB, yang ikut mengawasi jalannya perkara ini.
Menurut Rizal, keputusan hakim mempertegas bahwa penyidikan yang dilakukan aparat penegak hukum telah sesuai prosedur dan memiliki landasan hukum yang sah.
“Penolakan ini menjadi bukti bahwa langkah hukum yang ditempuh EL tidak memiliki dasar kuat, justru terlihat sebagai cara untuk mengulur waktu dan menghambat proses peradilan yang sedang berjalan,”tegasnya.
Sementara itu, Kuasa Hukum Korban, Supardin Siddik, S.H., M.H., menilai putusan praperadilan ini menjadi sinyal kuat bagi aparat penegak hukum untuk meningkatkan tindakan tegas terhadap pihak-pihak yang dinilai tidak kooperatif.
“Dengan putusan gugatan praperadilan ditolak, maka sepatutnya dilakukan upaya paksa serta mendesak pihak penyidik Polres Dompu untuk melakukan penjemputan paksa terhadap saudara saksi EL,”tegas Supardin Siddik, saat dikonfirmasi usai sidang dalam keterangan yang diterima media ini.
Menurutnya, proses hukum yang sudah memasuki tahap penyidikan tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, apalagi jika terindikasi ada pihak yang mencoba menghindar dari pemeriksaan.
Dengan ditolaknya permohonan praperadilan tersebut, proses hukum terhadap EL diperkirakan akan berjalan lebih cepat, transparan, dan tanpa hambatan, sesuai prinsip kepastian hukum dan keadilan yang berimbang.
Kasus ini bermula dari laporan polisi dengan nomor LP/B/37/II/2025/SPKT/Polres Dompu/Polda NTB yang dibuat pada 12 Februari 2025. Dalam laporan tersebut, EL dilaporkan terkait dugaan penggelapan tanah dan pemalsuan akta otentik yang diduga terjadi sejak tahun 2015.
Dari catatan Polres Dompu, serangkaian langkah hukum telah dilakukan, di antaranya:
1. 13 Agustus 2025: Polres Dompu mengirim surat permohonan izin pemeriksaan ke Ketua DPRD NTB.
2. 15 Agustus 2025: Ketua DPRD NTB resmi memberi izin pemeriksaan terhadap EF.
3. 17 September 2025: Gelar perkara khusus dilaksanakan di Polda NTB.
4. 18 September 2025: Penyidik kembali melayangkan surat permohonan izin pemeriksaan sekaligus surat panggilan kepada EF
5. 22 September 2025: Terlapor dijadwalkan hadir di Polres Dompu untuk pemeriksaan, namun hingga kini belum terpenuhi.
Kasat Reskrim Polres Dompu menegaskan, pihaknya tidak akan berhenti menindaklanjuti kasus ini. Jika panggilan resmi tidak dipenuhi, polisi siap mengambil langkah upaya paksa dengan menerbitkan surat perintah membawa saksi.
“Koordinasi terus dilakukan dengan Polda NTB untuk menuntaskan perkara ini,” tulis AKP Masdidin dalam SP2HP yang diterima pelapor melalui kuasanya.
Terpisah, sbelumnya terkait hal itu, Anggota DPRD NTB EL melalui Kuasa Hukum nya Apriyadin, membantah tudingan bahwa kliennya mangkir dari panggilan penyidik Polres Dompu dalam kasus tanah yang sedang bergulir dengan pelapor Adnan.
Menurut Apriyadin, hingga kini EF belum pernah menerima surat panggilan resmi dari penyidik. Surat yang dikirim Polres Dompu ke pimpinan DPRD NTB, kata dia, bukanlah surat panggilan, melainkan permintaan persetujuan agar kliennya dapat dimintai keterangan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3).
Apriyadin juga menegaskan bahwa perkara yang dilaporkan oleh seseorang bernama Adnan terkait klaim tanah milik EL sejatinya tidak berdasar. Ia menyebut, tanah tersebut adalah milik sah EL, yang diperoleh melalui pembelian langsung dari almarhum M. Saleh Azis melalui istrinya, Jaenab, disaksikan pula oleh anak-anaknya sebagai ahli waris.
“Jadi status tanah itu jelas dan sah menurut hukum, karena transaksi dilakukan dengan pihak yang berhak, yakni ahli waris almarhum M. Saleh Azis. Klien kami EL memegang bukti yang lengkap,” ujar Apriyadin.












