SUMBAWAPOST.com, Mataram- Ketua Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Nusa Tenggara Barat (NTB), Waloni, angkat suara terkait persiapan event internasional MotoGP di Mandalika 2025. Ia menilai sejumlah persoalan krusial perlu segera dibenahi, mulai dari regulasi tarif hotel, promosi pariwisata, hingga koordinasi antar-stakeholder.
“Ini gudangnya orang-orang promosi, pakar-pakar pariwisata itu ajak duduk bareng kita memecahkan bagaimana ke depannya MotoGP. Kami kaget kemarin itu kok bulan seperti ini H-berapa hari ini baru 30%. Hotel sampai saat ini itu kalau daerah Mandalika baru 90%, tapi mungkin saja nanti sudah hari H bisa 100%. Cuma di situ belum 90% yang kategori,” ujar Waloni. dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh Forum Wartawan Parlemen NTB di Hotel Lombok Garden, Selasa (23/09).
Ia juga menyoroti keberadaan Pergub No. 9 Tahun 2002 yang mengatur zona tarif hotel saat event besar. Dalam aturan tersebut, ada tiga zona yakni utama, penyangga, dan sub-penyangga. Zona utama seperti Mandalika diperbolehkan menaikkan tarif dua kali lipat dari harga normal, sementara zona penyangga hanya satu kali lipat. Namun, menurut Waloni, aturan ini masih menyisakan banyak celah.
“Saya tidak mengerti pergub ini kok ada harga nggak normal. Kami PHRI pada waktu membentuk pergub ini terus terang tidak diundang sehingga kami tidak bisa memberikan masukan. Nah kalau misalnya ada yang menaikkan lebih dari pergub itu salah satu hotel, misalnya sanksinya apa? Terus kita harus berbuat apa? Tidak ada artinya pergub ini. Menurut kami perlu disempurnakan, Pak Kadis,” tegasnya.
Lebih lanjut, PHRI NTB berharap pemerintah daerah lebih terbuka terhadap masukan dari pelaku usaha pariwisata, terutama dalam menghadapi event akbar seperti MotoGP. “Harapan kami dari PHRI, terus terang Pak, kita ingin duduk bareng dengan pengusaha-pengusaha pariwisata di NTB ini. Khususnya di Lombok banyak yang hebat-hebat, cuman perlu diwadahi, Pak Kadis, bagaimana caranya ke depan MotoGP ini lebih bagus,” katanya.
Waloni menambahkan, jika sebelumnya pada penyelenggaraan MotoGP edisi pertama hingga ketiga okupansi hotel sudah tembus 100% jauh hari sebelum balapan, tahun ini justru sebaliknya. “Biasanya kalau yang satu sampai tiga itu MotoGP di bulan ini okupansi hotel sudah 100%. Sekarang 80 aja belum, baru 70% secara umum,” ungkapnya.
Menurutnya, salah satu penyebab rendahnya okupansi adalah lemahnya promosi, terutama di kawasan tiga gili yang sebenarnya memiliki potensi besar. “Di tiga gili itu pasar yang potensial untuk berpromosi. Arus wisatawan dari Bali itu per hari kurang lebih tiga ribuan di tiga gili itu. Tapi saya rasa tidak ada sama sekali promosi di situ. Padahal perlu. Pada waktu ada MotoGP, penyeberangan harus diaktifkan di situ. Kenapa penyeberangan Bali-Lombok bisa banyak, kenapa gili tidak ada pas MotoGP,” kritiknya.
Bahkan, setelah turun langsung ke lokasi, Waloni menemukan fakta bahwa masyarakat dan wisatawan di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno nyaris tidak mengetahui adanya MotoGP. “Saya sudah tanya beberapa, kamu tahu MotoGP nggak, mau nonton nggak? Wah, kapan ada itu? Nah seperti itu. Itu artinya promosi kita kurang di situ. Mengandalkan PHRI saja tidak cukup. Kami punya BPC di tiga gili di Lombok Utara, tapi itu saja tidak cukup,” tuturnya.
Dengan kondisi ini, PHRI NTB menegaskan perlunya perbaikan koordinasi, regulasi yang lebih jelas, serta promosi masif agar MotoGP benar-benar memberi dampak besar bagi sektor pariwisata NTB.
Kepala Dinas Komunikasi Informatika dan Statistik, Yusron Hadi hadir membuka acara mewakili Gubernur NTB menyampaikan momen gelaran MotoGP di Sirkuit Mandalika, 3-5 Oktober mendatang adalah wujud nyata Kawasan Mandalika sebagai destinasi wisata berkelas dunia. Ia harus bermanfaat buat masyarakat dan NTB.
“Kawasan Mandalika adalah episentrum baru pariwisata NTB. Ia harus semakin dirasakan kemanfaatannya oleh masyarakat dan daerah”, tegas Yusron.
Pada bagian lain, disampaikan bahwa kehadiran event MotoGP dapat mendorong perkembangan destinasi wisata di NTB lainnya secara berimbang.
“Kehadiran penonton di Sirkuit Mandalika sedapat mungkin mereka juga sembari berwisata mengunjungi berbagai destinasi yang ada di luar kawasan Mandalika sehingga destinasi lain juga menerima manfaat nyata. Untuk menarik animo penonton berkunjung perlu treatment khusus. Ciptakan daya tarik wisata, kembangkan aksesibilitas, lengkapi fasilitas/utilitas yang ada dan kuatkan kolaborasi pentahelix” ungkapnya.
Agus Setiawan dari Indonesa Tourism Development Center (ITDC) sebagai pengelola kawasan Mandalika berkomitmen pula mengembangkan pariwisata NTB sampai dengan Juni 2025, capaian pengembangan investasi di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika mencapai Rp 14,66 M dari target tahun ini sebesar Rp 537 M, tenaga kerja sebanyak 1.555 orang dari target 5.940 termasuk capaian sirkuit Mandalika dengan potensi event sepanjang tahun.
“Masih banyak yang harus dibenahi dari persiapan penyelenggaraan MotoGP. Begitupula dengan penyelesaian isu strategis dalam pengembangan KEK Mandalika”, jelasnya.
Isu strategis yang harus diselesaikan diantaranya, percepatan investasi, pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar kawasan, insentif pajak dan lain lain yang mendukung destinasi kelas dunia yang saling terintegrasi antara fasilitas dan ekonomi serta keamanan dan kenyamanan.
Untuk itu, sumberdaya manusia menjadi salah satu sektor yang mendukung pariwisata berkelas dunia. Seperti dikatakan, Wakil Direktur Politeknik Pariwisata, Amirosa, pihaknya selain menyiapkan tenaga kerja bersertifikat untuk memenuhi tingginya peluang tenaga kerja di KEK Mandalika juga melakukan pendampingan peningkatan SDM masyarakat serta penelitian dan pengembangan potensi kepariwisataan di destinasi.
“Wisata kelas dunia harus melihat standardnya. Sehingga kami mengajak para pihak untuk berkontribusi dalam penyiapan SDM pariwisata yang berkelas dunia”, ujarnya.












