SUMBAWAPOST.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan sebagian permohonan uji materi terhadap Undang-Undang Pilkada yang diajukan oleh empat mahasiswa Universitas Mataram (Unram) yang tergabung dalam Forum Mahasiswa Pengkaji Konstitusi (FORMASI). Perkara tersebut tercatat dengan Nomor 104/PUU-XXIII/2025 dan menguji Pasal 139 ayat (1), (2), (3) serta Pasal 140 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 2015.
Sidang perdana digelar di Gedung MK, Jakarta, Kamis (10/7/2025). Empat pemohon yang terdiri dari Yusron Ashalirrohman, Roby Nurdiansyah, Yudi Pratama Putra, dan Muhammad Khairi Muslimin hadir dengan formasi dua orang di ruang sidang dan dua lainnya mengikuti secara daring. Persidangan dipimpin oleh Majelis Panel Hakim Konstitusi yang diketuai Prof. Dr. Saldi Isra bersama Dr. Ridwan Mansyur dan Dr. Arsul Sani.
Dalam permohonannya, para mahasiswa mempersoalkan lemahnya posisi Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dalam UU Pilkada yang selama ini hanya berwenang memberikan rekomendasi atas pelanggaran administrasi pemilu. Menurut mereka, rekomendasi yang tidak bersifat mengikat sering diabaikan oleh KPU, seperti yang terjadi dalam Pilkada 2018, 2020, dan 2024.
Melalui amar putusannya, MK menyatakan bahwa sebagian norma dalam pasal-pasal yang diuji bertentangan dengan UUD 1945. Salah satunya adalah frasa ‘rekomendasi’ pada Pasal 139 yang dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat secara bersyarat jika tidak dimaknai sebagai ‘putusan’.
“Mahkamah menyatakan kata ‘rekomendasi’ pada Pasal 139 UU Pilkada bertentangan dengan UUD 1945 dan harus dimaknai sebagai ‘putusan’ agar memiliki kekuatan hukum mengikat,” demikian keterangan resmi MK yang dikutip dari akun Instagram @mahkamahkonstitusi.
Selain itu, frasa ‘memeriksa dan memutus’ serta kata ‘rekomendasi’ dalam Pasal 140 ayat (1) juga dinyatakan tidak berlaku jika tidak dimaknai sebagai ‘menindaklanjuti’ dan ‘putusan’. Namun, MK menegaskan bahwa perubahan ini tidak berlaku surut terhadap Pilkada 2024 yang tengah berlangsung.
“Penyelarasan norma yang dilakukan Mahkamah bertujuan menghindari tumpang tindih aturan dan memastikan kepastian hukum yang adil bagi seluruh warga negara dalam menjalankan hak politiknya,” tulis MK dalam amar putusannya.
Putusan ini menjadi catatan penting dalam sejarah Universitas Mataram. Untuk pertama kalinya, mahasiswa kampus tersebut berhasil memengaruhi perubahan norma hukum nasional melalui proses pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi.












