SUMBAWAPOST.com, Mataram – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Rapat Koordinasi Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan (TKPK) sekaligus Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) se-Provinsi NTB Tahun 2025. Acara yang dipusatkan di Aula Hotel Lombok Raya, Rabu (23/7), ini menjadi langkah strategis untuk mempercepat pengentasan kemiskinan dan penurunan angka stunting melalui program unggulan Desa Berdaya.
Gubernur NTB, Dr. Lalu Muhamad Iqbal, yang secara resmi membuka rakor tersebut, menegaskan bahwa kemiskinan adalah akar dari berbagai problem sosial yang masih dihadapi NTB.
“Ini menjadi pertemuan perdana di masa pemerintahan Iqbal-Dinda untuk secara khusus membahas persoalan kemiskinan,” ujar Gubernur Iqbal.
Ia menekankan bahwa penanganan kemiskinan menjadi prioritas utama pemerintahannya dan dikoordinasikan langsung oleh Wakil Gubernur, Hj. Indah Dhamayanti Putri, S.E., M.IP. Fokus kebijakan diarahkan pada dua skala besar, yakni kemiskinan umum dan kemiskinan ekstrem. Saat ini, tercatat masih ada 106 desa yang masuk kategori miskin ekstrem atau sekitar 2,04 persen dari total desa di NTB.
Meski ada penurunan dalam setahun terakhir, Gubernur Iqbal menilai hasil yang dicapai belum sepenuhnya memuaskan, kendati berbagai lembaga internasional dan investor pusat telah hadir di NTB.
“Masalah terbesar kita adalah kurangnya orkestrasi dan kolaborasi,” tegasnya.
Karena itu, program Desa Berdaya hadir untuk membangun sinergi lintas sektor yang dikendalikan langsung oleh Pemprov NTB. “Kata kuncinya adalah kolaborasi. Semua pihak harus terlibat secara aktif,” tambah Gubernur.
Sementara itu, Wakil Gubernur NTB yang juga menjabat sebagai Ketua TKPK dan TPPS NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri, mengapresiasi komitmen semua pihak yang hadir, terutama para wakil bupati dan wakil wali kota se-NTB.
“Kehadiran kita di forum ini adalah bukti nyata komitmen bersama untuk menuntaskan salah satu isu penting yang sangat memengaruhi kenaikan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) NTB,” ungkap Wagub.
Wagub juga menyampaikan bahwa angka kemiskinan ekstrem di NTB berhasil turun dari 2,64 persen menjadi 2,04 persen per Maret 2024. Sementara jumlah penduduk miskin pada September 2024 tercatat sebanyak 658.600 jiwa, berkurang sekitar 50 ribu jiwa dibandingkan data Maret 2024. Meski semua kabupaten/kota menunjukkan tren positif, Lombok Utara masih menjadi sorotan karena data kemiskinan di wilayah ini perlu ditelaah lebih mendalam, terutama terkait faktor kebiasaan masyarakat yang memengaruhi hasil survei.
Dalam pemaparannya, Wagub menegaskan bahwa strategi pengentasan kemiskinan sesuai Instruksi Presiden Nomor 8 Tahun 2025 meliputi tiga fokus utama: mengurangi beban pengeluaran, meningkatkan pendapatan, dan memberantas kantong-kantong kemiskinan. Dari total anggaran sebesar Rp629 miliar yang dialokasikan melalui SIPD, hingga Mei 2025 telah terserap Rp230 miliar.
Untuk isu stunting, NTB berhasil menurunkan prevalensi dari 37,85 persen pada 2019 menjadi 29,8 persen pada 2024. Namun, di tahun 2024 terjadi kenaikan sebesar 5,2 persen, terutama di Lombok Utara dan Lombok Timur yang prevalensinya masih di atas 30 persen.
Data EPPGBM per April 2025 menunjukkan angka stunting di NTB berada di 13,19 persen, telah melampaui target nasional di bawah 14 persen.
Meski demikian, sejumlah tantangan masih membayangi, seperti kesenjangan data antara hasil survei dan EPPGBM, belum optimalnya pendampingan keluarga berisiko stunting, serta intervensi yang belum merata di seluruh daerah.
Wagub menekankan pentingnya memastikan program tepat sasaran, memperkuat peran desa dan kecamatan, serta mendukung kinerja para kader lapangan. “Kader posyandu sebagai garda terdepan pelayanan kesehatan masyarakat harus diberi perhatian serius,” pungkasnya.












