Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengecam keras aksi dugaan kekerasan terhadap jurnalis gatrantb.com, Y. Surya Widialam, yang diduga ditampar dan diintimidasi oleh oknum LSM di Kantor Bupati Lombok Tengah. Insiden yang terjadi usai perayaan HUT Lombok Tengah itu dinilai sebagai bentuk premanisme atas nama aktivisme. KKJ mendesak kepolisian tidak main aman, tetapi memproses pelaku menggunakan UU Pers Nomor 40 Tahun 1999, bukan sekadar pasal umum KUHP.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang diduga dilakukan oleh seorang oknum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) terhadap jurnalis gatrantb.com, Y. Surya Widialam, di Kabupaten Lombok Tengah.
Polres Lombok Tengah telah menerima laporan resmi dari korban dan kini tengah memproses kasus tersebut dengan mengacu pada delik pidana dalam Undang-Undang Pers.
“Kami sangat menyesalkan, masih ada tindakan mengarah ke premanisme terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistik,” tegas Koordinator KKJ NTB, Haris Al Kindi, Rabu (15/10/2025).
Peristiwa itu terjadi di Kantor Bupati Lombok Tengah, sesaat setelah perayaan HUT Lombok Tengah. Widi sapaan akrab korban melaporkan kasusnya ke Polres Lombok Tengah sekitar pukul 14.00 WITA.
KBO Satreskrim Polres Lombok Tengah, Ipda Samsul Hakim, membenarkan adanya laporan tersebut. “Iya, iya, sudah,” ujarnya singkat kepada wartawan.
Menurut pengakuan Widi, dirinya tengah melakukan peliputan saat didatangi oknum LSM. “Saya digeret menuju basement. Di sana, saya dikerumuni dan diminta hapus berita. Saya juga ditampar,” ungkapnya.
Berita yang dimaksud adalah pemberitaan soal pembatalan aksi demonstrasi di PDAM Lombok Tengah beberapa waktu lalu. Oknum LSM yang bersangkutan disebut merasa dirugikan karena disebut sebagai massa tandingan demo, padahal mereka mengklaim hanya datang untuk ngopi.
Widi mengaku terpukul dengan kejadian tersebut. “Psikis saya terganggu atas peristiwa memilukan itu,” jelasnya.
Menanggapi kasus ini, KKJ NTB menilai tindakan itu sebagai bentuk nyata kekerasan terhadap jurnalis, yang terjadi ketika korban sedang menjalankan tugas profesinya. “Polisi jangan hanya gunakan pasal di KUHP. Lebih dari itu, gunakan delik pidana dalam UU Pers,” tegas Haris.
Ia mencontohkan Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers, yang mengatur ancaman pidana penjara maksimal dua tahun atau denda Rp500 juta bagi siapa pun yang menghalangi kerja jurnalistik.
Menurut Haris, jika pihak tertentu merasa dirugikan oleh pemberitaan, seharusnya menggunakan hak jawab atau hak koreksi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (2) dan (3) UU Pers bukan dengan tindakan kekerasan. “Bukan justru menggunakan cara-cara premanisme,” ujarnya menyesalkan.
KKJ NTB menegaskan kasus ini menjadi ujian bagi aparat penegak hukum untuk memastikan kemerdekaan pers tetap terlindungi. “Kami akan berkoordinasi dengan korban untuk menyiapkan langkah hukum, termasuk mendorong penerapan delik pidana pers terhadap pelaku,” tutup Haris.
Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) NTB resmi dideklarasikan pada 30 Oktober 2023. Lembaga ini bertugas memberikan pendampingan kolektif bagi jurnalis di NTB yang mengalami kekerasan atau intimidasi, setelah melalui proses validasi kasus.
KKJ NTB merupakan wadah kolaboratif yang dibentuk oleh berbagai organisasi profesi jurnalis konstituen Dewan Pers, yakni Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) NTB, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Mataram, Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) NTB, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) NTB
KKJ NTB juga mendapat dukungan dari Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram serta Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) NTB.












