SUMBAWAPOST.com, Mataram – Konsorsium Aktivis Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali membongkar dan menyuarakan desakan keras terhadap mandeknya penanganan kasus dugaan reklamasi ilegal di wilayah pesisir Pangsing, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat.
Meski laporan lengkap sudah diserahkan ke Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dan Polda NTB lebih dari dua bulan lalu, hingga hari ini belum ada langkah hukum yang jelas. Laporan itu bahkan telah diregister secara resmi, namun hingga pergantian kepemimpinan di Kejati NTB pun, proses hukum masih terkesan ‘mati suri’.
“Laporan kami sudah masuk, dokumen sudah lengkap, bahkan dilengkapi bukti awal seperti foto, video, hingga peta lokasi. Tapi anehnya, tidak ada tindak lanjut. Dari Kejati yang lama sampai Kejati yang baru, sama-sama diam. Apakah hukum hanya sekadar hiasan dinding?,” tegas Fidar Khairul Diaz, Koordinator Umum Konsorsium Aktivis NTB, Jum’at (18/7/2025).
Fidar menambahkan, pihaknya sudah berkali-kali menyuarakan kasus ini, baik melalui demonstrasi, audiensi, hingga pelaporan resmi. Bahkan hasil inspeksi lapangan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB serta Dinas PUPR NTB sudah menunjukkan bukti adanya kerusakan ekosistem mangrove yang masif di kawasan reklamasi tersebut.
Karena kecewa dengan lambannya penanganan di tingkat kepolisian, Konsorsium Aktivis NTB memutuskan untuk melimpahkan laporan secara resmi ke Kejaksaan Tinggi NTB.
“Kami menilai Polda NTB mandek dalam penegakan hukum kasus ini. Karena itu, kami ambil langkah tegas: serahkan ke Kejati sebagai bentuk mosi tidak percaya,” tegas Fidar.
Menurut dia, laporan yang telah dilimpahkan memuat unsur-unsur pelanggaran berat, termasuk: Penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di lahan mangrove, Perusakan kawasan hutan mangrove tanpa izin, Dan penimbunan lahan menggunakan material yang diduga dari galian C ilegal.
Semua itu, sambung ia, merupakan pelanggaran terhadap beberapa regulasi penting dalam UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
“Kami tidak akan tinggal diam. Lingkungan adalah masa depan kita. Kalau aparat tak bertindak, rakyat akan bergerak. Jangan uji kesabaran kami,” ujarnya.
Diaz menyesalkan ketimpangan penegakan hukum yang terkesan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ia menilai, aparat kerap hanya sigap jika menyangkut masyarakat kecil, tapi cenderung ‘melempem’ saat berhadapan dengan korporasi atau oknum berpengaruh.
“Kami akan menggelar aksi besar-besaran bersama masyarakat pesisir jika kasus ini terus dibiarkan. Hukum bukan untuk dipajang, tapi untuk ditegakkan,” tegasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Kejati NTB dan Polda NTB belum memberikan tanggapan resmi terkait perkembangan laporan tersebut. SumbawaPost.com masih berupaya menghubungi pejabat terkait guna memperoleh konfirmasi dan klarifikasi lebih lanjut.












