SUMBAWAPOST.com, Lombok Barat – Aroma pelanggaran lingkungan kian menyengat dari kawasan Dusun Bengkang, Desa Persiapan Pengantap, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat. Aktivitas reklamasi ilegal di lahan mangrove seluas sekitar 4 hektar yang diduga dilakukan oleh PT Giri Wacana Pratama (PT GWP), kini menjadi sorotan tajam publik, DPRD NTB, dan para aktivis lingkungan.
Forum Masyarakat NTB bersama Gabungan Mahasiswa Aktivis NTB telah resmi melaporkan kasus ini ke Polda NTB. Namun, saat dikonfirmasi terkait laporan tersebut, Kapolda NTB, Irjen Pol Hadi Gunawan memilih bungkam. Tak ada pernyataan, tak ada klarifikasi. Diam yang memantik tanya.
Di sisi lain, Komisi IV DPRD NTB bersikap sigap. Usai menerima audiensi dari Forum Masyarakat NTB dan para aktivis, Kamis, 12 Juni 2025, Sekretaris Komisi IV DPRD NTB, H. Hasbulah Muis, menyatakan pihaknya akan memberikan atensi khusus terhadap persoalan ini.
“Insha Allah minggu depan kami akan melakukan tinjauan langsung ke lokasi dan meminta kepada DLHK, PUPR, dan BPN untuk ikut serta turun mengecek langsung aktivitas reklamasi yang diduga tidak berizin itu,” tegas Hasbulah di hadapan awak media.
Dalam audiensi tersebut, terungkap pula bahwa reklamasi liar diduga menggunakan tanah hasil galian C ilegal. Lebih parahnya lagi, kegiatan itu disinyalir memanfaatkan solar subsidi, yang seharusnya diperuntukkan untuk kepentingan rakyat kecil.
“DLHK NTB secara resmi menyatakan belum pernah mengeluarkan rekomendasi izin terhadap aktivitas reklamasi oleh PT GWP. Bahkan dari hasil kajian lapangan, reklamasi itu sudah masuk ke kawasan hutan mangrove,” beber Hasbulah, legislator dari Dapil Lombok Barat–Lombok Utara.
Dinas PUPR NTB pun tak tinggal diam. Mereka telah mengirimkan surat resmi ke PT GWP agar menghentikan seluruh aktivitas karena belum mengantongi izin reklamasi. Sementara BPN NTB mengaku belum bisa memastikan status kepemilikan tanah yang digunakan apakah sudah bersertifikat hak milik (SHM) atau masih zona konservasi.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menegaskan bahwa lembaganya tak akan tinggal diam.
“Kami akan turun langsung ke lapangan. Audit akan dijadwalkan. Kalau memang terbukti melanggar, harus ada tindakan hukum. Ini soal masa depan NTB dan keadilan bagi masyarakat,” tegasnya.
Aktivis Opan menyampaikan aspirasi dari masyarakat yang terdampak reklamasi ilegal,turut memperkuat suara rakyat. Ia membeberkan fakta mencengangkan dugaan reklamasi tak hanya terjadi di satu titik.
“Ada 21 titik dugaan reklamasi di kawasan Sekotong. Yang dilaporkan ke DPRD baru satu. Ini baru permukaan gunung es,” ujar Opan lantang.
Menurutnya, DLHK NTB sendiri mengakui adanya puluhan titik reklamasi tak berizin di wilayah tersebut. Ia pun menegaskan bahwa perjuangan ini bukan untuk menghalangi investasi, tetapi mendorong investasi yang taat hukum dan berpihak pada lingkungan serta masyarakat.
“Kami hanya ingin investasi yang sehat, bukan yang merampas hak rakyat dan menghancurkan alam,” pungkas Opan.












