Kritik pedas dilontarkan Anggota DPRD NTB, Muhamad Aminurlah alias Aji Maman, terhadap Keputusan Gubernur tentang pembentukan Tim Percepatan. Ia menegaskan, birokrasi NTB bukanlah ‘Tempat Cari Jabatan Baru’ untuk menampung orang-orang tertentu, apalagi jika keberadaannya berpotensi tumpang tindih dengan kewenangan staf ahli maupun perangkat daerah yang sudah ada.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Anggota DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Muhamad Aminurlah atau akrab disapa Aji Maman, menegaskan Keputusan Gubernur NTB membentuk Tim Percepatan, menurutnya menimbulkan tumpang tindih kewenangan di lingkungan birokrasi NTB.
“Saya mempertanyakan urgensi pembentukan Tim Percepatan ketika pemerintah provinsi sudah memiliki perangkat birokrasi, dan sejumlah staf ahli, dan mekanisme perencanaan pembangunan yang jelas. Kalau ada Staf Ahli seperti Pak Akhasanul Khalid yang hebat, apa kurangnya beliau untuk bantu Gubernur?. Dalam penyusunan APBD sudah ada mekanisme Musrenbang, RPJMD, Renja, Renstra, KUA-PPAS, hingga RKPD. Jangan sampai malah bertabrakan dengan UU ASN,” ungkap, Rabu (1/9/2025).
Ia kemudian merinci bahwa dalam sistem perencanaan pembangunan daerah sebenarnya sudah tersedia instrumen yang lengkap yakni:
1. Renstra (Rencana Strategis 5 Tahun OPD) sebagai turunan dari RPJMD,
2. Renja (Rencana Kerja Tahunan OPD) sebagai turunan Renstra per tahun,
3. Musrenbang (Musyawarah Perencanaan Pembangunan) dari Desa hingga Provinsi.
4. RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah) sebagai prioritas tahunan.
5. KUA-PPAS (Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara) hasil kesepakatan Kepala Daerah dan DPRD.
6. RKA-OPD (Rencana Kerja dan Anggaran OPD) yang merinci program/kegiatan.
5. RAPBD (Rancangan APBD) dari hasil kompilasi RKA yang diajukan ke DPRD, dan akhirnya APBD (Perda APBD) yang disahkan DPRD bersama Gubernur untuk berlaku satu tahun anggaran.
Menurutnya, dengan perangkat yang sudah sedemikian lengkap, mestinya Gubernur, Wakil Gubernur, staf ahli, OPD, bisa mengoptimalkan pengawasan serta pelaksanaan pembangunan tanpa harus membentuk tim baru.
“Urgensinya tim Percepatan seperti apa? Ini justru mengaburkan kemampuan Gubernur, Wakil Gubernur, SDM di OPD. Birokrasi NTB bukan tempat cari jabatan baru,”ucapnya.
Lebih lanjut, Aji Maman menilai kehadiran Tim Percepatan berpotensi menimbulkan duplikasi kewenangan dengan OPD maupun staf ahli yang sudah ada. Padahal, mereka yang berada dalam birokrasi memiliki pengalaman teknis dan jam terbang dalam mengelola pemerintahan.
“Urgensinya apa? Kalau hanya untuk mengangkat orang baru dengan gaji dari APBD, di tengah kondisi efisiensi anggaran, maka itu patut dipertanyakan. Mengelola Pemerintahan bukan sekadar teori, tapi harus dikelola oleh orang-orang yang paham tata kelola birokrasi,” pungkasnya.
Sebelumnya, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal resmi melantik 15 anggota Tim Percepatan Gubernur NTB, Jumat (26/9/2025). Tim ini terdiri dari tiga mantan tim sukses Iqbal-Dinda pada Pilgub NTB 2024 serta 12 akademisi lintas bidang. Eks Juru Bicara Timses, Adhar Hakim, didapuk menjadi koordinator tim.
Wakil Gubernur NTB, Hj. Indah Dhamayanti Putri atau Umi Dinda, menjelaskan bahwa tim ini memiliki tugas strategis untuk memastikan keberpihakan anggaran daerah terhadap kesejahteraan masyarakat.
“Tupoksinya cukup banyak. Memastikan keberpihakan anggaran agar porsinya diharapkan untuk kepentingan masyarakat,” kata Umi Dinda di Mataram. Kemarin (26/9) usai mengikuti Rapat Paripurna DPRD NTB di Aula Rinjani Kantor Gubernur.
Ia menambahkan, tim juga akan menajamkan program unggulan yang sesuai dengan visi-misi Iqbal–Dinda, seperti desa berdaya, pengentasan kemiskinan ekstrem, hingga ketahanan pangan dan pariwisata.
“Saya dan Pak Gubernur berusaha agar tim ini berasal dari berbagai latar belakang. Memang 15 orang ini belum mampu mengakomodir semua, tapi mari kita lihat sejauh mana mereka bisa membantu OPD bekerja lebih maksimal,” tegasnya.
Meski begitu, Umi Dinda menegaskan posisi tim tidak setara dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Tentu ndak setara dong. OPD punya tupoksi sendiri,” pungkasnya.
Terpisah, Gubernur Iqbal menilai keberadaan tim ini penting untuk mempercepat akselerasi program prioritas Pemprov NTB. “Kita tentu melihat kinerjanya ke depan, sejauh mana mereka bisa membantu Pemprov bekerja dengan baik,” ujarnya.
Sementara itu, Penjabat Sekretaris Daerah (Pj Sekda) NTB, Lalu Moh. Faozal, menyebut pembentukan tim adalah kebijakan langsung Gubernur. Ia menepis tudingan bahwa tim ini sekadar tempat parkir tim sukses. “Di semua fase pemerintahan itu pasti ada orangnya. Itu bagian dari kebutuhan,” jelas Faozal.
Meski demikian, Faozal belum membeberkan besaran gaji yang akan diterima para anggota tim.
Sekretaris NTB Transparancy Institute (NTARA INSTITUTE), Baharuddin Umar, menilai kebijakan Gubernur tersebut bertentangan dengan komitmen pemerintah yang ingin membatasi belanja honorarium melalui pembatasan jumlah tim berdasarkan Instruksi Presiden (Inpres) 01 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran.
“Disatu sisi Gubernur melakukan efisiensi anggaran dengan menerbitkan Pergub 06 tahun 2025. Tapi disisi lain justru membentuk lagi satu Tim Percepatan yang terdiri dari eks Tim Sukses dan para akademisi yang justru sudah mendapatkan gaji dari APBN. Dan ini jelas bertentangan dengan Inpres yang diterbitkan oleh Presiden RI,” kata Baharudin Umar, Selasa (30/9/2025).
Ia khawatir lahirnya Tim Percepatan ini akan memunculkan problem baru dalam pencapaian tata kelola pemerintahan yang baik yang ingin diwujudkan pemerintahan Iqbal-Dinda.
“Apalagi kami melihat belum ada tata aturan yang baku yang diterbitkan Gubernur NTB yang diupload di JDIH Pemprov NTB terkait dengan regulasi dan tata kerja Tim Percepatan ini dengan para OPD terkait. Sebab kalau hal ini tidak diatur dengan sebuah regulasi yang baik, khawatirnya akan muncul tumpang tindih kerja yang justru akan berdampak pada efektivitas kerja pemerintahan dan pada akhirnya justru bukannya mempercepat pencapaian tujuan malah sebaliknya akan memperlambat kerja eksekutif,” paparnya.
NTARA Institute juga mempertanyakan terkait dengan transparansi penggajian dan honorarium yang akan diterima oleh Tim Percepatan tersebut. Jangan sampai kebijakan penggajian ini justru akan membebani APBD yang saat sekarang ini sedang dalam kondisi fiskal yang sulit.
“Dan apakah regulasi memperbolehkan pemberian honorarium tetap ini kepada sejumlah pihak yang sudah mendapatkan gaji dari APBN karena kami melihat ada akademisi juga yang statusnya sebagai ASN dan mendapatkan gaji dari APBN?. Apakah diperbolehkan mereka juga dapat honorarium dari APBD dalam waktu yang lama?. Hal ini juga harus bisa dijelaskan oleh Gubernur NTB,” kata Baharuddin kritis.
Nama-nama Tim Percepatan Gubernur NTB:
Koordinator
Dr. Adhar Hakim, S.H., Μ.Η
Wakil Koordinator
Chairul Mahsul, S.H., M.M
Anggota
Dr. Prayitno Basuki, S.E., Μ.Α
Prof. Ir. Dahlanuddin, M.Rur.Sc., Ph.D
dr. I Ketut Artastra, M.P.H
Prof. Ir. Mohamad Taufik Fauzi, M.Sc., Ph.D
Prof. Dr. Sitti Hilyana
Arum Kusumaningtyas, S.IP., M.Sc
Ir. Giri Arnawa, M.M
Akhmad Saripudin, S.Hut
Ahmad Junaidi, S.Pd., M.A., Ph.D
Ir. Lalu Martawijaya
Lalu Pahrurrozi, S.T., Μ.Ε
Esti Wahyuni, S.IP
Dr. Baiq Mulianah, M.Pd.I