SUMBAWAPOST.com, Mataram- DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat kembali menjadi sorotan publik usai menerima aspirasi keras dari Gabungan Mahasiswa Aktivis NTB dalam agenda hearing yang digelar di ruang rapat pleno Sekretariat DPRD NTB, Kamis (12/6).
Dalam forum tersebut, para mahasiswa mengungkap dugaan serius soal penerbitan Sertifikat Hak Milik (SHM) di atas kawasan hutan mangrove seluas sekitar 4 hektare di Desa Buwun Mas tepatnya di Dusun Bengkang, Desa Persiapan Pengantap, Kecamatan Sekotong, Lombok Barat yang disebut-sebut dilakukan oleh PT GWP. Selain itu, turut disorot dugaan aktivitas penambangan galian C ilegal yang diduga menggunakan solar subsidi.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, dan Sekretaris Komisi, H. Hasbullah Muis Konco, hadir langsung dalam hearing dan menyimak satu per satu curahan keresahan para mahasiswa.
Warga asal Lombok Barat, Opan, turut hadir dan menyampaikan kondisi masyarakat terdampak di Dusun Bengkang. Ia menegaskan bahwa aktivitas reklamasi bukan hanya terjadi di satu titik.
“Ada dua puluh satu dugaan reklamasi di wilayah Sekotong. Ini satu kawasan aja yang disorot, belum yang lainnya. Baru satu yang kita sampaikan ke DPRD NTB,” ungkap Opan. Ia juga menambahkan bahwa pihak DLHK NTB saat ditanya dalam forum tersebut mengakui adanya 21 titik reklamasi di kawasan Sekotong.
Sebagai warga yang merasa langsung terdampak dari kerusakan mangrove, Opan menegaskan bahwa mereka bukan anti-investasi. Yang dituntut adalah legalitas dan kepatuhan terhadap aturan lingkungan.
“Kami hanya ingin investasi yang sehat, bukan yang merampas hak rakyat dan menghancurkan alam,” tegasnya.
Menanggapi aspirasi tersebut, perwakilan dari Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) NTB menjelaskan bahwa meskipun kawasan mangrove tidak masuk dalam kategori kawasan hutan, tetapi termasuk dalam kawasan lindung yang tidak boleh diperjualbelikan atau dimiliki pribadi.
Sementara itu, pihak Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyatakan kesiapannya untuk melakukan validasi apabila ada data lengkap terkait titik-titik lokasi yang telah memiliki SHM yang mencurigakan.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) NTB menyampaikan bahwa mereka masih akan mengkaji ulang status tanah yang diduga menjadi objek transaksi fiktif, terutama dalam kasus mencurigakan di wilayah Labuan Tereng.
Ketua Komisi IV DPRD NTB, Hamdan Kasim, menyatakan bahwa pihaknya akan bersikap tegas dalam menindaklanjuti persoalan ini.
“Kami akan turun langsung ke lapangan. Audit akan dijadwalkan untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi,” tegasnya. Ia juga menyampaikan bahwa DPRD NTB mendesak pemerintah agar segera menindak setiap pelanggaran hukum lingkungan yang merugikan rakyat dan mengancam masa depan NTB.












