SUMBAWAPOST.com, Mataram- Penyelenggaraan ibadah haji tahun ini kembali tercoreng oleh peristiwa memalukan. Seorang jamaah asal Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), terpaksa dideportasi dari Arab Saudi setelah diketahui masuk dalam daftar hitam (blacklist) karena pernah tinggal secara ilegal saat menjadi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) beberapa tahun lalu.
Ironisnya, meski memiliki catatan pelanggaran keimigrasian serius, jamaah tersebut tetap lolos seleksi dan berhasil memperoleh visa haji melalui jalur reguler. Fakta ini memunculkan kritik keras terhadap kelalaian Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) NTB, terutama dalam proses verifikasi data calon jamaah.
“Ini adalah bukti nyata bahwa Kemenag NTB tidak serius dalam mengurus jamaah. Padahal, haji adalah ibadah suci, bukan sekadar urusan dokumen dan tiket,” tegas Ardiansyah, Direktur Nasional Politik NTB (NasPol NTB), Kamis (8/5).
Ia menilai, kelalaian ini mencerminkan manajemen yang lemah dan tidak profesional, terlebih dalam era digital di mana sistem e-visa semestinya mampu menyaring pelanggar keimigrasian sejak awal.
Kritik terhadap pelayanan haji NTB sebenarnya sudah terdengar sejak kloter pertama diberangkatkan. Salah satu yang disorot adalah keterlambatan keberangkatan sejumlah jamaah, termasuk Bupati Lombok Tengah, yang tertahan karena masalah administratif.
Buruknya koordinasi antara Kemenag NTB, agen perjalanan, dan Ditjen Imigrasi dituding sebagai biang keladi dari carut-marutnya pelayanan haji tahun ini. Narasi negatif pun ramai di media sosial, memperlihatkan kekecewaan publik terhadap pengelolaan ibadah suci ini.
Kasus deportasi ini menambah panjang daftar persoalan teknis yang menghantui penyelenggaraan haji dari NTB. Masyarakat mendesak evaluasi total, termasuk kemungkinan sanksi terhadap pejabat yang terbukti lalai dalam menjalankan tanggung jawabnya.












