SUMBAWAPOST.com, Lombok Barat – Suasana haru dan kebanggaan menyelimuti Aula Pondok Pesantren Al Aziziyah saat Gubernur Nusa Tenggara Barat, Dr. Lalu Muhamad Iqbal, menghadiri acara Halal Bihalal dan Temu Alumni, Kamis 3 Maret 2025. Bukan hanya sebuah pertemuan biasa, momen ini menjadi saksi bagaimana para alumni pondok mampu mewarnai berbagai lini kehidupan: dari dunia politik, kepemimpinan pondok pesantren, hingga sektor-sektor strategis lainnya.
Dengan nada penuh emosi dan bangga, Gubernur Iqbal menyampaikan betapa dalam hatinya ia merasa terharu melihat kiprah para santri yang kini telah menjadi pilar-pilar bangsa.
“Sebagai sesama santri, saya ikut bangga. Santri-santri ini bukan hanya belajar kitab, tapi kini membawa manfaat besar bagi masyarakat. Mereka hadir, berkontribusi, dan menjadi cahaya di tengah umat,” ungkapnya.
Gubernur pun membuka kenangan lama saat ia menjalani empat tahun kehidupannya sebagai santri di Pondok Modern Islam As-Salam, Solo. Ia tak ragu mengakui bahwa kehidupan santri memang keras, penuh kedisiplinan dan pengorbanan. Tapi justru dari tempaan itulah, karakter sejati terbentuk.
“Hidup di pondok itu berat. Tapi anehnya, ketika lulus, kita justru menangis. Ada rasa kehilangan yang tak bisa dijelaskan. Seolah pondok telah menyatu dalam jiwa,” ujarnya dengan mata berkaca.
Gubernur menegaskan bahwa kehidupannya saat ini banyak dipengaruhi oleh nilai-nilai yang ia peroleh di pesantren. Ia pun meyakini bahwa tidak ada istilah “mantan santri”, karena karakter seorang santri akan melekat dalam setiap peran yang dijalaninya.
“Ketika jadi Dubes dulu, saya merasa menjadi Dubes santri. Ketika jadi gubernur, ya gubernurnya gubernur santri. Dan tiang melihat, dari begitu banyak ciri-ciri seorang santri, ada satu yang tidak boleh hilang, yaitu kehidupannya harus bersahaja. Lamun santri wah, mulai senang dengan kehidupan mewah, bergaya-gaya, pasti hilang kesantriannya,” ujar gubernur.
Menurutnya, kehidupan santri yang sederhana itulah yang membangun komitmen terhadap masyarakat dan umat. Ia menekankan bahwa nilai kesederhanaan bukan hanya ciri khas seorang santri, tetapi juga kunci dalam menjalani kehidupan yang bermakna.
“Dan tiang merasa, hidup yang bersahaja itulah hidup yang membahagiakan sebetulnya,” ungkapnya.












