SUMBAWAPOST.com, Mataram-Di tengah gegap gempita pembangunan dan derasnya investasi, suara rakyat kecil kembali menggema dari halaman Kantor Gubernur NTB. Aliansi Gerakan Rakyat Peduli (GARAP) NTB turun kejalan dan duduki Kantor Gubernur NTB membawa satu seruan yakni ‘Tanah untuk rakyat, air untuk kehidupan, dan moratorium izin tambang sekarang juga’. Aksi ini berlangsung pada Selasa (28/10/2025) dan menjadi peringatan keras terhadap negara yang dianggap kian kehilangan keberpihakan terhadap rakyatnya.
“Pasal 33 UUD 1945 itu bukan hiasan dinding. Negara wajib menjamin bumi, air, dan kekayaan alam untuk kemakmuran rakyat. Tapi di NTB, rakyat justru haus di tengah air melimpah dan lapar di tanah sendiri,” tegas Koordinator GARAP NTB, Superman Hasyim, dalam orasinya.
GARAP menyoroti kasus rakyat di Karang Sidemen dan Lantan, Lombok Tengah, yang telah menggarap lahan bekas HGU keluarga Soetrisno selama lebih dari tiga dekade. Berdasarkan Perpres No. 86 Tahun 2018 dan Perpres No. 62 Tahun 2023, lahan tersebut jelas masuk kategori Tanah Objek Reforma Agraria (TORA).
Proses pemetaan dan verifikasi oleh GTRA Kabupaten Lombok Tengah telah rampung sejak 2024. Namun, dokumen redistribusi tanah justru tertahan di meja Ketua GTRA Provinsi (Gubernur NTB) tanpa tanda tangan final.
“Penundaan ini adalah denial of justice. Menunda tanda tangan sama dengan menunda keadilan rakyat,” kata Azhar Pawadi, perwakilan GARAP.
GARAP menilai tindakan tersebut merupakan bentuk maladministrasi, sebagaimana diatur dalam UU Ombudsman RI No. 37 Tahun 2008.
Aksi GARAP juga menyoroti krisis air bersih akut di Gili Meno, Lombok Utara. Sejak 2024, pasokan air dari PT GNE dan PT BAL macet total, memaksa warga membeli air galon dengan harga tinggi, bahkan ternak pun banyak yang mati kehausan.
Ironisnya, proyek PT Tiara Cipta Nirwana (TCN) dengan skema Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU) justru mengoperasikan instalasi penyulingan air laut (SWRO) yang merusak 18 are terumbu karang di Gili Trawangan.
Meski KKP telah mencabut izin PT TCN (Oktober 2024) dan GAKKUM KLHK menyegel fasilitasnya (Februari 2025), Pemkab Lombok Utara tetap berlindung di balik kontrak KPBU dan belum juga mengalirkan pipa bawah laut dari Gili Air ke Gili Meno.
“Kami ini hidup dari laut. Kalau laut rusak, apa yang mau kami jual ke wisatawan?,” kata Masrun, Kepala Dusun Gili Meno.
GARAP menegaskan, kontrak KPBU tidak boleh mengalahkan hak dasar rakyat sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 6 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
GARAP bersama WALHI NTB juga menyoroti praktik sumur bor ilegal di Batu Layar, Lombok Barat, yang dikelola pengusaha villa tanpa izin resmi. Air dari sumur itu dijual ke sembilan villa lain dengan kedok sumbangan air bersih untuk warga.
Praktik tersebut melanggar Permen ESDM No. 14 Tahun 2024, namun hingga kini pemerintah belum juga bertindak.
“Jangan sampai negara hanya tegas pada rakyat kecil, tapi lembek pada pemodal,” sindir Reryani Lesimi, aktivis perempuan GARAP.
Data GARAP NTB menyebut hingga 2024 terdapat 355 izin tambang aktif dengan luas konsesi mencapai 219 ribu hektare, termasuk 27 ribu hektare lahan pertanian produktif dan 16 ribu hektare di kawasan hutan lindung.
Akibatnya, hutan kritis di NTB mencapai 477 ribu hektare, lebih dari 120 titik tambang ilegal (PETI) masih beroperasi, dan pesisir selatan Lombok terkikis akibat reklamasi.
Ironisnya, kontribusi sektor tambang terhadap PDRB NTB hanya 7,9%, sementara kerusakan ekologis dan sosialnya justru paling besar.
GARAP menegaskan, moratorium total izin tambang bukan sekadar tuntutan politik, tetapi amanat konstitusi sebagaimana Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tentang hak rakyat atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Kami siap menginap berhari-hari. Ini bukan demo anti pembangunan, tapi gerakan pro kehidupan,” tegas Superman Hasyim.
Empat Tuntutan Utama GARAP NTB:
- Gubernur segera menandatangani Berita Acara GTRA TORA Karang Sidemen-Lantan tanpa keterlibatan entitas lain selain subjek TORA, dan segera mengirimnya ke Kementerian ATR/BPN RI.
- Segera alirkan pipa bawah laut air bersih Gili Meno, serta putus kontrak KPBU dengan PT TCN.
- Tutup sumur bor ilegal di Batu Layar dan berikan akses air bersih untuk rakyat.
- Moratorium total izin tambang baru serta evaluasi tata kelola pertambangan di NTB.
“Air adalah kehidupan, tanah adalah penghidupan, hutan dan laut adalah masa depan. Jika negara lupa, rakyat akan mengingatkannya,” tegas Ketua WALHI NTB, Amri.
Menanggapi tuntutan warga, Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) NTB, Supriyadi, menjelaskan bahwa persoalan tanah di Karang Sidemen dan Lantan masih terganjal oleh klaim hak dari pihak perusahaan.
“Persoalan tanah Karang Sidemen dan Lantan ini sudah sampai menasional. Masalahnya bukan pada sulitnya membagi tanah, tapi kita harus mengelaborasi hak keperdataan yang baik, jangan sampai menjadi masalah baru,” kata Supriyadi.
Ia menambahkan, kedudukan pemilik eks HGU di mata hakim pengadilan memiliki kekuatan hukum perdata yang cukup kuat, sehingga penyelesaian persoalan tersebut harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menimbulkan sengketa baru di kemudian hari.
Pada kesempatan tersebut, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal langsung menemui perwakilan massa. Ia berkomitmen menuntaskan persoalan dengan solusi jangka panjang yang tidak menimbulkan masalah baru.
“Beri kami kesempatan untuk berikhtiar lebih. Kami tidak ingin masalah ini selesai jangka pendek tapi nanti timbul masalah lagi,” ujar Iqbal.
Iqbal menyampaikan bahwa persoalan di tiga Gili (Air, Meno, Trawangan) tidak hanya soal air, tetapi juga menyangkut aset tanah milik pemerintah provinsi yang dikuasai pengusaha. Karena itu, ia akan membentuk Satuan Tugas (Satgas) bersama aparat penegak hukum untuk menyelesaikan masalah tersebut.
“Yang menyelesaikan tidak boleh punya conflict of interest. Kita harus berani membongkar dari isu dasarnya,” tegasnya.
Untuk penyelesaian sengketa TORA di Karang Sidemen dan Lantan, Iqbal juga akan membentuk gugus tugas khusus dan memastikan masyarakat dilibatkan secara langsung.
“InsyaAllah minggu depan saya akan memanggil gugus tugas. Dalam Perpres itu ada klausul yang belum kita pakai, yaitu mengundang masyarakat untuk didengar langsung,” ujarnya.
Iqbal mengatakan selama ini pembahasan terkait TORA hanya dibahas dengan instansi terkait dan perusahaan, tetapi belum pernah dibahas dengan masyarakat.
Pada akhir pertemuan, Gubernur NTB bersama perwakilan massa GARAP menandatangani berita acara yang memuat tiga poin tuntutan utama aksi demonstrasi sebagai komitmen penyelesaian bersama.












