Menjelang pemilihan senat dan rektor baru, kampus Universitas Mataram (Unram) diterpa badai hukum. Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri, Dr. Ir. Satrijo Saloko, M.P., digugat ke PTUN Mataram oleh dosennya sendiri, Dr. Ansar, S.Pd., M.Pd., karena diduga menjatuhkan sanksi etik tanpa proses pemeriksaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Rektor Unram Nomor 4 Tahun 2020.
SUMBAWAPOST.com, Mataram-Suasana akademik di Universitas Mataram (Unram) mendadak panas. Seorang dosen senior menggugat atasannya sendiri ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Mataram. Adalah Dr. Ansar, S.Pd., M.Pd., dosen Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri (Fatepa) Unram, yang resmi menggugat Dekan Fatepa, Dr. Ir. Satrijo Saloko, M.P., karena dinilai menjatuhkan sanksi etik tanpa proses pemeriksaan sesuai ketentuan.
Melalui kuasa hukumnya, Irvan Hadi & Partners, Dr. Ansar melayangkan gugatan berdasarkan Surat Kuasa Khusus Nomor 42/Advkt-IH/11.09.2025. Objek sengketa dalam perkara ini adalah Keputusan Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Unram Nomor: 2362/UN18.F10/HK/2025 tertanggal 31 Juli 2025, yang dianggap cacat hukum dan melanggar asas-asas pemerintahan yang baik.
Dalam gugatannya, Dr. Ansar menilai keputusan dekan bertentangan dengan sejumlah peraturan, di antaranya Peraturan Rektor Unram Nomor 4 Tahun 2020 tentang Etika Akademik dan Kode Etik Dosen, Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 45 Tahun 2017 tentang Statuta Unram, serta Peraturan BKN Nomor 6 Tahun 2022 yang merupakan turunan dari PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
“Keputusan itu dijatuhkan tanpa pemeriksaan pendahuluan, tanpa pemanggilan resmi, dan tanpa memberikan hak bagi klien kami untuk membela diri. Ini pelanggaran serius terhadap asas proporsionalitas dan asas pemerintahan yang baik sebagaimana diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 1999,” tegas kuasa hukum Irvan Hadi, S.H., kepada SUMBAWAPOST.com, Sabtu (4/10/2025).
Dalam surat keputusan tersebut, Dr. Ansar dijatuhi dua sanksi sekaligus:
- Sanksi sedang, berupa penundaan kenaikan pangkat selama satu tahun terkait kasus dengan Ir. Ahmad Alamsyah, M.P.
- Sanksi berat, berupa pembebasan dari jabatan maksimal tiga tahun terkait kasus dengan Prof. Ir. I Komang Damar Jaya, M.Sc. Agr., Ph.D. dan Prof. Dr. Ir. I Gusti Putu Muliarta Aryana, M.P.
Dr. Ansar menyebut, keputusan itu tidak hanya merugikan secara administratif tetapi juga mencederai martabat akademiknya.
“Saya merasa dijolimi. Tidak pernah diperiksa, tapi tiba-tiba dijatuhi sanksi etik. Ini jelas bentuk ketidakadilan akademik,” ujarnya.
Dalam petitumnya, penggugat meminta agar majelis hakim PTUN Mataram menyatakan keputusan dekan batal demi hukum, memerintahkan rehabilitasi nama baik dan jabatan akademiknya, serta menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak sah secara hukum.
Menurut Irvan, keputusan dekan memenuhi unsur Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 9 dan 10 Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU Peradilan Tata Usaha Negara.
“KTUN yang bersifat konkret, individual, dan final dapat digugat apabila menimbulkan kerugian bagi individu, apalagi jika prosesnya tidak memenuhi asas due process of law,” ujarnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Unram, Dr. Ir. Satrijo Saloko, M.P., saat dikonfirmasi SUMBAWAPOST.com, memilih irit bicara.
“Minta ke Tim Hukum dan Advokasi Unram ya, Mas. Kami sudah kuasakan, dan sekarang kami sedang fokus proses akreditasi,” tulisnya singkat melalui pesan WhatsApp.
Kasus ini menyeruak di tengah persiapan pemilihan anggota senat dan rektor baru di Universitas Mataram.
Jika benar tanpa pemeriksaan, maka ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi preseden buruk bagi dunia akademik yang seharusnya menjunjung tinggi rasionalitas dan keadilan.