SUMBAWAPOST.com, Mataram – Ketua Komisi III DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sambirang Ahmadi, mendesak Pimpinan DPRD dan Gubernur NTB untuk segera menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI.
Desakan ini disampaikan Sambirang menyusul kekhawatiran atas potensi penurunan pendapatan daerah dari Dana Bagi Hasil (DBH) Sumber Daya Alam (SDA).
“Kami mendesak Pimpinan DPRD NTB dan Gubernur NTB untuk bersurat ke Menteri ESDM,” ujar Sambirang pada Sabtu (10/05/2025).
Menurutnya, permintaan tersebut bukan tanpa dasar. Ia menyoroti kebijakan Kementerian ESDM RI yang melarang ekspor konsentrat oleh PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT), yang dinilai berdampak signifikan pada penerimaan daerah.
“Maka dari itu, kebijakan (larangan ekspor konsentrat bagi PT AMNT) tersebut harus ditinjau kembali. Ini demi kebermanfaatan ekonomi yang maksimal bagi daerah,” saran politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) itu.
Penurunan DBH SDA dan Dampaknya terhadap APBD NTB
Data menunjukkan penurunan tajam pada DBH dari PT AMNT kepada Pemerintah Provinsi NTB. Pada tahun 2023, DBH yang diterima sebesar Rp114,9 miliar, jauh menurun dari Rp268,2 miliar pada 2022.
Kondisi ini berdampak langsung pada postur APBD NTB, mengingat DBH SDA merupakan salah satu sumber pendapatan utama. Di Kabupaten Sumbawa Barat, misalnya, DBH SDA menyumbang hingga 85 persen dari total pendapatan daerah.
Kebijakan larangan ekspor konsentrat tembaga yang mulai berlaku pada Januari 2025 oleh pemerintah pusat diperkirakan memperparah kondisi ini. PT AMNT sebelumnya mendapat izin ekspor hingga Desember 2024, namun belum ada kejelasan terkait perpanjangan izin tersebut.
Gubernur NTB Soroti Pentingnya Smelter dan Kawasan Industri
Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, sebelumnya menyatakan bahwa keberadaan fasilitas pemurnian mineral atau smelter dapat menjadi pintu masuk pengembangan industri berkelanjutan di Sumbawa Barat.
“Dibutuhkan peran semua pihak untuk mendukung keberadaan smelter sebagai pintu masuk menjadikan Sumbawa Barat kawasan industri,” ujarnya dalam keterangan resmi di Mataram.
Pada Sabtu (8/3/2025), Iqbal melakukan kunjungan kerja perdananya sebagai Gubernur NTB ke Kabupaten Sumbawa Barat guna memperkuat sinergi antara pemerintah provinsi, pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat.
Sumbawa Barat dikenal sebagai wilayah kaya sumber daya alam dan menjadi salah satu pilar utama ekonomi daerah dari sektor pertambangan.
Iqbal menambahkan, meski tambang Batu Hijau yang kini dikelola PT AMNT akan berakhir pada 2030 dan muncul blok-blok pertambangan baru di daerah lain, Sumbawa Barat telah siap menjadi kawasan industri.
Ia berharap, ekosistem industri yang terbentuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, menarik investor, dan menciptakan lapangan kerja yang luas.
“Salah satu keunggulan dari kebijakan strategis yang bisa dilakukan terhadap kawasan industri ini adalah hilirisasi industri, sehingga ke depan bisa sebagai motor penggerak bagi peningkatan perekonomian,” pungkas Iqbal.
Realisasi Bea Keluar dan Pertumbuhan Ekonomi NTB
Sepanjang 2024, penerimaan bea keluar di NTB tercatat tumbuh signifikan, yakni sebesar Rp1,14 triliun atau setara 46,45 persen secara tahunan.
Jumlah total penerimaan bea keluar pada 2024 mencapai Rp3,61 triliun, naik dari Rp2,46 triliun pada 2023.
Kantor Perwakilan Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) NTB menjelaskan, pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan ekspor konsentrat tembaga dan relaksasi kebijakan ekspor yang dimulai sejak Juli 2024, dengan tarif bea keluar sebesar 7,5 persen.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi NTB sepanjang 2024 mencapai 5,30 persen secara kuartalan. Lapangan usaha pertambangan berkontribusi besar, yakni sekitar 20 persen terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.












