SUMBAWAPOST.com, Mataram – Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menggelar pertemuan strategis untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan korban kekerasan, khususnya di lingkungan pondok pesantren. Pertemuan tersebut berlangsung di ruang kerja Wakil Gubernur NTB pada Rabu (28/5).
Dalam dialog tersebut, Wakil Gubernur NTB menegaskan komitmen pemerintah daerah dalam menangani berbagai bentuk kekerasan dan pelecehan di lembaga pendidikan, termasuk pesantren, yang selama ini menjadi pilar penting dalam membentuk karakter generasi muda.
“Di tengah upaya membangun NTB, kita patut bersyukur atas tumbuhnya lembaga-lembaga pendidikan yang berkualitas. Namun, tidak bisa kita pungkiri, ada tantangan yang juga muncul, salah satunya adalah kasus pelecehan dan kekerasan yang kerap terjadi dan dilaporkan,” ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya koordinasi yang berkelanjutan serta evaluasi terhadap sistem perlindungan yang telah berjalan. Menurutnya, pengungkapan kasus kekerasan kerap tidak mudah, apalagi jika melibatkan figur yang memiliki pengaruh kuat di masyarakat.
Sebagai bentuk langkah konkret, Pemprov NTB menyatakan kesiapan untuk memperkuat koordinasi lintas sektor, termasuk dengan pemerintah kabupaten/kota serta Kantor Kementerian Agama setempat, khususnya di wilayah yang memiliki tingkat kerentanan tinggi.
“Pemerintah provinsi berkomitmen membentuk sistem rujukan bersama untuk menangani kasus-kasus ini secara lebih terstruktur dan responsif,” tambahnya.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi Paripurna Komnas Perempuan, Maria Ulfah Anshor, menyampaikan sejumlah rekomendasi strategis. Ia mendorong agar Pemprov NTB menjadi pelopor dalam membangun sistem perlindungan perempuan yang konkret dan menyeluruh.
Ia juga menyoroti perlunya mekanisme pencegahan berkelanjutan agar pelaku kekerasan tidak kembali mengulangi perbuatannya setelah menjalani hukuman. Selain itu, ia menegaskan pentingnya perlindungan bagi korban dari potensi manipulasi maupun intimidasi lanjutan.
Komnas Perempuan mendorong upaya pencegahan dimulai dari tingkat paling dasar, tidak hanya melalui penyuluhan, tetapi juga lewat langkah nyata. Salah satu usulan yang mengemuka adalah penerapan sertifikasi kesehatan mental bagi tenaga pendidik, guna memastikan mereka bebas dari riwayat gangguan sosial maupun psikologis.
“Melindungi anak bangsa dan menegakkan hukum bagi pelaku merupakan tanggung jawab kita bersama,” pungkas Maria Ulfah, menekankan pentingnya kolaborasi dan komitmen nyata dalam menangani persoalan ini secara menyeluruh.












