SUMBAWAPOST.com, Mataram – Di tengah krisis air bersih, sekolah-sekolah reyot, dan jalan berlubang di berbagai penjuru Nusa Tenggara Barat (NTB), Pemerintah Provinsi NTB justru menggelontorkan dana fantastis sebesar Rp28 miliar untuk hajatan Festival Olahraga Rekreasi Nasional (Fornas) VIII tahun 2025.
Dana hibah tersebut disalurkan melalui Komite Olahraga Masyarakat Indonesia (KORMI) NTB, yang menjadi tuan rumah ajang nasional tersebut. Meski disebut sebagai upaya membangkitkan semangat olahraga masyarakat, besarnya anggaran itu sontak memicu kritik tajam dari berbagai kalangan. Alasannya sederhana yakni prioritas daerah dianggap jungkir balik.
“Masalahnya, anggaran Rp28 miliar ini digelontorkan di tengah indeks ekonomi NTB yang sedang terpuruk, minus 1,47 persen, dengan tekanan fiskal yang berat, dan sederet kebutuhan mendesak rakyat di Lombok dan Sumbawa yang belum terpenuhi,” tegas Juru Bicara NTB Transparency and Policy Watch (NTPW), Baharudin Umar, dalam audiensi dengan Panitia Pelaksana Fornas, Senin (30/06).
Bahar menyebut alokasi anggaran itu tidak menunjukkan adanya kajian yang matang dan berbasis skala prioritas, sebagaimana diatur dalam Permendagri Nomor 32 Tahun 2011 tentang Pedoman Pemberian Hibah.
“Pasal 8 jelas menyatakan bahwa usulan hibah harus dikaji secara komprehensif oleh TAPD dan Banggar. Tapi kami melihat proses itu dilompati,” katanya.
Ia juga menyoal asas keadilan, rasionalitas, dan manfaat publik yang menurutnya tak tergambar dalam penganggaran ini. Bahar mempertanyakan, apakah kebutuhan dasar rakyat seperti pendidikan, air bersih, dan infrastruktur layak sudah terpenuhi sehingga pemerintah merasa leluasa menyuntikkan dana jumbo untuk acara olahraga.
“Pasal 4 Permendagri itu tegas, bahwa hibah hanya diberikan bila keuangan memungkinkan, kebutuhan wajib sudah terpenuhi, dan manfaatnya jelas bagi masyarakat. Ini malah terkesan glamor di tengah derita,” sindir Bahar.
Sementara itu, Ketua Panitia Pelaksana Fornas VIII NTB, Nauvar Furqoni Farinduan (Farin), memberikan klarifikasi. Ia menyebut, penganggaran dilakukan saat dirinya masih menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD NTB, di masa pemerintahan Pj Gubernur Hasanudin, bersama Sekda HL Gita Ariadi (selaku Ketua TAPD), dan Kadispora saat itu Tri Budiprayitno.
“Penganggarannya semasa Pak Hasanudin jadi Pj Gubernur, Miq Gita sebagai Ketua TAPD, Mas Yiyit sebagai Kadispora, dan saya saat itu Wakil Ketua DPRD,” jelas Farin.
Ia memastikan bahwa proposal kegiatan telah disesuaikan dengan plafon anggaran sebesar Rp28 miliar, terdiri dari Rp25 miliar untuk pelaksanaan kegiatan utama, Rp2,1 miliar lebih untuk biaya kontingen, dan Rp800 juta lebih untuk sekretariat KORMI NTB.
Tak hanya itu, Farin juga menyebut tidak akan menggunakan Event Organizer (EO) komersial, melainkan melibatkan tim profesional yang telah terbiasa menangani event berskala nasional hingga internasional.
“Kami tidak pakai EO. Belasan tenaga profesional yang kami rekrut sudah terbiasa menangani event besar seperti Asian Games,” ujar Farin.
Meski begitu, suara publik masih nyaring bertanya, Apakah pesta olahraga ini lebih penting dari nasib rakyat yang sedang kehausan, belajar di sekolah roboh, dan terjebak di jalanan berlubang? Waktu akan menjawab, apakah Fornas VIII ini akan menjadi kebanggaan atau justru catatan kelam dalam sejarah anggaran NTB.












