Penanganan dugaan skandal anggaran kembali jadi sorotan publik. Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Barat bersama Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTB dikabarkan mulai menelusuri dugaan penyimpangan dalam penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) pada APBD NTB Tahun 2025 senilai Rp484 miliar. Kolaborasi dua lembaga penegak hukum ini disebut sebagai langkah serius membongkar potensi penyalahgunaan dana besar yang seharusnya digunakan untuk keadaan darurat dan bencana.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Dugaan penyimpangan dana Belanja Tak Terduga (BTT) Pemprov NTB terus bergulir dan kian panas. Setelah Polda NTB dan Kejati NTB menyatakan kesiapan menelusuri pergeseran anggaran tersebut, kini Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal ikut angkat bicara.
Polda NTB menyoroti kisruh pergeseran BTT pada masa kepemimpinan Lalu Muhamad Iqbal dan Indah Dhamayanti Putri. “Kami mencari dan menerima laporan dugaan tindak pidana atau peristiwa,” terang Dir Reskrimsus Polda NTB, Kombes Pol FX Endriadi kepada sejumlah wartawan kemarin.
Endriadi menegaskan, pihaknya akan menindaklanjuti bila ada laporan masyarakat terkait skandal pergeseran BTT tersebut. “Kalau ini kan apapun isunya pasti melaksanakan gakkum,” ujarnya.
Selain Polda, Kejati NTB juga mulai turun tangan. Aspidsus Muh Zulkifli Said mengungkapkan, pihaknya tengah mendalami pergeseran BTT di era pemerintahan Iqbal-Indah. “Kita masih proses telaah,” katanya.
Meski belum merinci langkah lanjutan seperti pengumpulan data dan bahan keterangan (Puldata-Pulbaket), Zulkifli memastikan penyidik fokus menyelesaikan perkara dugaan korupsi dana siluman DPRD NTB. “Setelah proses ini, baru kita telaah lebih jauh,” ujarnya.
Isu mencuat bahwa Pemprov NTB diduga melanggar PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, terutama Pasal 55 ayat (1) huruf c dan ayat (4), yang menegaskan BTT hanya boleh digunakan untuk hal mendesak dan darurat. Pergub NTB Nomor 24 Tahun 2024 Pasal 13 ayat (1)–(4) pun memperjelas bahwa BTT hanya diperuntukkan bagi penanganan bencana.
Namun, Pemprov NTB justru melakukan dua kali pergeseran BTT dengan nilai fantastis mencapai Rp484 miliar dari total Rp507 miliar dalam APBD 2025. Banyak kalangan menilai langkah itu bentuk penyalahgunaan kewenangan dan pelanggaran terhadap empat regulasi keuangan negara.
Pemprov berdalih pergeseran tersebut sah secara hukum. Kepala BPKAD NTB, Nursalim, menjelaskan BTT bukan program khusus, melainkan bagian dari jenis belanja dalam struktur APBD. “BTT itu bukan hantu yang tidak bisa digeser dalam perubahan APBD ini,” tegasnya.
Menurut Nursalim, BTT sama halnya dengan belanja pegawai, belanja modal, dan belanja bagi hasil, sehingga memungkinkan dilakukan restrukturisasi untuk mengejar target kinerja Pemda. Ia memastikan APBD Perubahan 2025 telah memedomani seluruh regulasi dari UU Keuangan Negara hingga Permendagri Nomor 15 Tahun 2014.
“Semua regulasi ini kita pedomani dan semua komponen belanja telah dibahas bersama DPRD serta mendapat persetujuan secara kelembagaan,” katanya.
Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal akhirnya buka suara. Ia menegaskan tidak ada yang disebut dana direktif gubernur seperti yang ramai diberitakan.
“Gak ada dana direktif itu. Program ada, tapi istilah direktif itu gak ada dalam istilah hukum. Itu hanya istilah yang kita pakai saja,” tegas Iqbal saat ditemui di Kantor Bank NTB Syariah, Kamis (16/10/2025) kemarin.
Menurutnya, sorotan publik terhadap kasus ini adalah hal wajar di era keterbukaan informasi. “Wajar pergeseran BTT jadi sorotan, tidak ada masalah, kita sudah jelaskan dasarnya,” ujarnya santai.
Namun, ketika disinggung apakah dana siluman itu berkaitan dengan program direktif gubernur yang disebut-sebut dibagikan kepada sejumlah anggota DPRD NTB periode 2024–2029, Iqbal hanya menjawab ringan, “Kita bertanya sama Tuhan,” ucapnya sambil tersenyum.
Soal rencana pemanggilan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) oleh Kejaksaan, Iqbal menegaskan pihaknya siap kooperatif. “Kan hanya dipanggil, ditanyakan saja, diperiksa, jadi ya tidak apa-apa,” katanya.
Ia memastikan tidak ada hal yang ditutupi. “Kalau mau ditanya, tinggal dijelaskan aja. Masalahnya sudah jelas, tidak ada yang perlu disembunyikan. Undang-undangnya jelas, prosesnya juga jelas. Jadi tidak ada hal yang terlalu istimewa untuk dijelaskan,” tandasnya.
Menanggapi pernyataan Iqbal, pelapor kasus dugaan pergeseran anggaran BTT dan Pokir DPRD NTB, TGH Najamuddin Mustafa, menyebut pernyataan sang gubernur menunjukkan kepanikan dan tidak fokus pada substansi hukum.
“Pertama dia membahas sesuatu yang tidak kita persoalkan. Dia berbicara tentang pokir, tetapi apa yang dibicarakan itu bukan pokir yang kita maksud. Kita persoalkan pergeseran pokir yang dilakukan oleh gubernur, ini yang jadi masalah,” tegas Najamuddin.
Ia juga menilai jawaban Iqbal yang menyebut “bertanya pada Tuhan” tidak pantas disampaikan dalam konteks hukum. “Ini kan pernyataan orang sehat apa ndak sehat? Pernyataan serius atau main-main? Janganlah bermain-main dengan kata Tuhan. Ini urusan BTT dan Pokir, kenapa bawa-bawa nama Tuhan?” sindirnya tajam.
Najamuddin menilai, respons Iqbal justru upaya meredam isu yang kini telah naik ke tahap penyidikan oleh aparat penegak hukum. “Saya melihat gubernur dalam kepanikan. Seolah dia mau meringankan persoalan ini, tapi penegak hukum tidak bodoh. Laporan ini sudah naik ke penyidikan, ada barang buktinya di kejaksaan,” tegasnya.
Ia memastikan pihaknya tidak gentar.
“APH itu orang cerdas, kami tidak khawatir. Mereka sudah punya barang bukti berupa uang, rekaman, sejarah BTT dan Pokir itu. Baik Kejati, Polda NTB, maupun KPK sudah memegangnya,” ujarnya.
Sebagai pelapor, Najamuddin menyebut pihaknya sudah menyiapkan kajian akademik yang menemukan sejumlah regulasi yang diduga dilanggar Pemprov, mulai dari PP 12/2019, Pergub NTB 24/2024, hingga Permendagri 77/2020 dan Inpres 1/2025.
“Kalau Pemprov mengatakan tidak melanggar aturan, tunjukkan dong peraturan perundang-undangan mana yang sesuai, apakah PP, UU, atau Peraturan Menteri,” tantangnya.
Menurutnya, Gubernur seharusnya menjawab secara akademik, bukan metafisik.
“Justru Gubernur menyarankan bertanya kepada Tuhan, seharusnya Gubernur menjelaskan aturan yang sesuai dong. Kami berbicara secara akademik, bukan metafisika,” tegasnya.
Najamuddin pun menyarankan agar Gubernur bersikap lebih tenang dan objektif.
“Seharusnya Pak Gubernur tegas dan jelaskan aturan yang sudah sesuai, biar masyarakat paham. Artinya hal ini menunjukkan bentuk kepanikan. Panik boleh, ngelantur jangan, Pak Gubernur,” pungkasnya.












