SUMBAWAPOST.com, Dompu – Aroma busuk mulai menguap dari dapur Musyawarah Olahraga Luar Biasa (Musorlub) KONI Dompu 2025. Salah satu bakal calon Ketua Umum KONI diduga menggunakan dokumen palsu dan memanfaatkan celah penyalahgunaan wewenang. Parahnya, tindakan ini juga diduga melanggar peraturan perundang-undangan nasional, yakni UU No. 11 Tahun 2022 tentang Keolahragaan dan Permenpora No. 14 Tahun 2024 tentang Tata Kelola Komite Olahraga Nasional Indonesia.
Dugaan tersebut bukan sekadar gosip warung kopi. Laporan resmi telah dilayangkan oleh Mohamad Subahan, warga Desa Dorebara, melalui kuasa hukumnya Ilham Yahyu, S.Pd., SH., dari Kantor Hukum Ilham Yahyu dan Partner.
Dalam laporan bernomor 13/SK-PH/IY/VI/2025, terdapat tiga pihak yang dilaporkan:
Asrullah, ST – Bakal calon Ketua KONI Dompu (Terlapor I),
Fery Afrodi – Plt Ketua Umum KONI Dompu (Terlapor II),
Ketua dan Anggota Tim Penjaringan dan Penyaringan (TPP) (Terlapor III).
Dokumen Diragukan, UU Dilanggar?
Asrullah disebut melampirkan dua dokumen yang keabsahannya patut dicurigai:
1. SK Ketua PSSI Dompu 2013, yang disebut tidak pernah dikukuhkan oleh KONI Dompu dan telah dicabut resmi oleh PSSI NTB.
2. SK Ketua PERCASI Dompu 2025, yang diduga diterbitkan oleh pihak tidak sah karena masa bakti pengurus sebelumnya berakhir Februari 2025, sementara Ketua PERCASI NTB telah dinyatakan tidak aktif.
“Dua dokumen itu diduga palsu dan digunakan untuk memenuhi syarat pencalonan, padahal bertentangan dengan hukum,” tegas Ilham Yahyu. (28/6).
Ilham menambahkan, dugaan ini tidak hanya merusak integritas Musorlub, tetapi juga melanggar Pasal 40 dan 41 UU No. 11 Tahun 2022 yang mengatur tentang mekanisme pengelolaan organisasi olahraga nasional, serta ketentuan teknis dalam Permenpora No. 14 Tahun 2024, khususnya terkait pengalaman calon dan keabsahan cabor anggota KONI.
Cabor Siluman dan Pengukuhan Kilat
Sebanyak delapan cabang olahraga termasuk PSSI dan PERCASI secara mengejutkan dikukuhkan sebagai anggota KONI hanya beberapa hari sebelum tahapan pencalonan dibuka. Aksi ‘kilat’ ini menimbulkan kecurigaan publik.
“Ada dugaan rekayasa keanggotaan demi mengamankan syarat dukungan calon tertentu. Ini preseden buruk,” ucap sumber internal KONI Dompu.
Biaya Rp100 Juta: Persyaratan atau Pemerasan?
TPP juga ikut dilaporkan atas penetapan biaya pendaftaran sebesar Rp100 juta, meskipun belakangan diturunkan menjadi Rp50 juta usai gelombang protes.
“Tak ada dasar hukum biaya tersebut, baik dalam AD/ART KONI, peraturan pemerintah, maupun perundang-undangan. Ini bentuk penyalahgunaan kewenangan,” kata Ilham.
Voting Langgar Aturan?
Laporan hukum juga mempersoalkan keputusan Rapat Koordinasi dan Konsultatif (RKK) yang menyerahkan keputusan pada voting, padahal Permenpora No. 14/2024 dengan tegas menyebut bahwa calon Ketua KONI wajib memiliki pengalaman lima tahun sebagai pengurus organisasi olahraga prestasi.
Ilham Yahyu: KONI Jangan Jadi Arena Sandiwara
“Ini bukan cuma persoalan internal, tapi menyangkut kehormatan dunia olahraga Dompu. Kalau organisasi prestasi diwarnai manipulasi dan pelanggaran hukum, maka jangan harap muncul prestasi sejati dari Dompu,” tegas Ilham Yahyu menutup keterangannya.
Hingga berita ini diterbitkan, belum ada tanggapan resmi dari pihak-pihak yang dilaporkan. Namun dinamika tersebut telah menjadi sorotan luas, tidak hanya di kalangan cabor, tetapi juga tokoh olahraga dan masyarakat sipil Dompu.












