SUMBAWAPOST.com, Mataram – Polemik reklamasi di Pantai Amahami, Kota Bima, kembali mencuat. Ketua Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda (PTKP) Badko HMI Bali-Nusra, David Putra Pratama, menuding aparat penegak hukum di NTB tutup mata terhadap proyek reklamasi yang dinilai jelas-jelas melanggar aturan.
Menurutnya, baik Polda NTB maupun Kejati NTB sama sekali tidak menunjukkan keberanian menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut. Bahkan, ia menuding keterlibatan pejabat daerah.
“Reklamasi Amahami ini cacat aturan. Anehnya, aparat hukum diam seribu bahasa. Walikota Bima pun diduga kuat menjadi aktor utama di balik proyek ini,” tegas David, selasa (19/8/2025).
Melanggar RTRW dan UU Pesisir
David memaparkan, Perda Nomor 3 Tahun 2010 tentang RTRW Provinsi NTB 2009-2029 sudah menegaskan bahwa kawasan Teluk Bima masuk dalam Kawasan Strategis Provinsi dengan fungsi utama perikanan, pertanian, dan pariwisata.
“RTRW Kota seharusnya mengikuti RTRW Provinsi, bukan malah jalan sendiri,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa UU Nomor 23 Tahun 2014 jelas memberi kewenangan pengelolaan laut 0–12 mil kepada pemerintah provinsi. Dengan demikian, Pemkot Bima tak berhak melakukan reklamasi tanpa izin dari Pemprov NTB.
Lebih jauh, Pasal 16 dan 17 UU Nomor 1 Tahun 2014 menegaskan setiap pemanfaatan ruang pesisir harus mengantongi izin lokasi berbasis RZWP3K. “Kalau dokumen itu tidak ada, jelas reklamasi ilegal,” tambahnya.
Reklamasi Masif, Izin Nol
Hasil investigasi HMI menemukan sejumlah proyek berdiri di kawasan reklamasi Amahami, termasuk masjid terapung dan jalan pesisir. Ironisnya, tak satu pun dari proyek itu memiliki Amdal, izin lokasi, maupun persetujuan RZWP3K.
“Parahnya, pejabat daerah malah pasang badan membela reklamasi tanpa dasar hukum yang jelas. Padahal izin sepenuhnya kewenangan provinsi, bukan kota,” ungkap David.
Kejahatan Struktural
HMI menilai reklamasi Amahami sudah masuk kategori kejahatan struktural. Sebab, ada pembiaran yang melibatkan aparatur negara hingga pejabat daerah.
“Ini konspirasi jahat yang merugikan rakyat. Polda NTB dan Kejati NTB harus segera turun tangan, jangan biarkan mafia tanah bermain di Kota Bima maupun daerah lain di NTB,” desaknya.
David menegaskan, jika penegakan hukum terus diabaikan, maka ekosistem laut dan masyarakat pesisir akan menjadi korban.
“Hukum harus berpihak pada lingkungan dan rakyat kecil, bukan pada kepentingan segelintir elite,” pungkasnya.