SUMBAWAPOST.com, Mataram- Dinas Pertanian dan Perkebunan (Distanbun) Provinsi Nusa Tenggara Barat bersama Inspektorat Jenderal Kementerian Pertanian RI menggelar Focus Group Discussion (FGD) Pendampingan Optimalisasi Lahan (OPLAH) Tahun 2025 di Aula Distanbun NTB. Kegiatan ini dihadiri Plt. Kadistanbun NTB, Muhamad Riadi, tim Irjen Kementan, serta perwakilan Dinas Pertanian kabupaten/kota se-NTB.
Pada kesempatan tersebut, Riadi menegaskan kehadiran tim Irjen Kementan bertujuan melakukan pendampingan dan memastikan pelaksanaan program OPLAH sesuai ketentuan. Menurutnya, program ini menjadi langkah strategis mewujudkan NTB sebagai lumbung beras dan pangan nasional.
“OPLAH ini fokus pada pembenahan jaringan tersier. Keberpihakan pimpinan sudah luar biasa, sekarang tinggal tugas kita meningkatkan produksi dan produktivitas lahan pertanian. Jaringan irigasi harus kita benahi dengan baik,” ujar Riadi.
Dalam laporan perkembangannya, Riadi menyampaikan bahwa capaian kontrak fisik program OPLAH di NTB meningkat dari 83 persen menjadi 93 persen.
Contohnya, Kabupaten Sumbawa melaksanakan tiga tahap kegiatan tahap pertama telah selesai seluas 749 hektare, dan tahap kedua serta ketiga seluas 788 hektare ditargetkan rampung dalam waktu dekat. Selain itu, ada tambahan kegiatan di Dompu (3.000 ha) dan Bima (1.000 ha) yang seluruhnya sudah memiliki dokumen Survey Investigasi Desain (SID).
“Tetap semangat dan terima kasih atas kehadiran bapak ibu semua. Untuk tahun berikutnya, kami berharap identifikasi dilakukan lebih awal agar kita bisa lebih siap,” pesannya.
Perwakilan Inspektorat Jenderal Kementan memaparkan hasil uji petik yang telah dilakukan di Lombok Tengah, Bima, dan Sumbawa. Irjen menekankan pentingnya ketelitian administrasi dan kesesuaian data di lapangan untuk mencegah potensi Tuntutan Ganti Rugi (TGR).
“Kami fokus pada aspek SID. Hasil survei harus didokumentasikan dengan baik, dan kebutuhan air di setiap lokasi perlu dicantumkan secara rinci. Tolong dicek ulang kesesuaian antara nilai kontrak dengan bukti pengeluaran di lapangan,” tegas perwakilan Irjen.
Pelaksanaan kegiatan OPLAH sendiri menggunakan metode swakelola tipe IV, yang menuntut peran aktif kelompok tani serta pengawasan konsultan teknis. Irjen juga mengingatkan agar setiap perubahan di lapangan wajib dilengkapi dengan berita acara resmi.
FGD ini dibagi menjadi dua sesi yakni pemaparan hasil uji petik dan diskusi permasalahan lapangan. Setiap kabupaten diberikan kesempatan melaporkan kondisi terkini pelaksanaan OPLAH, termasuk progres kontrak, penyaluran dana, serta kehadiran konsultan pengawas.
Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bima menyoroti pentingnya kesesuaian antara Rencana Usulan Kebutuhan Kelompok (RUKK) dengan Rencana Anggaran Biaya (RAB).
Menanggapi hal itu, perwakilan Irjen menjelaskan bahwa penyusunan RUKK merupakan kewajiban kelompok tani, namun sering kali perlu pendampingan teknis agar hasilnya akurat.
“Kewajiban pembuatan RUKK memang di kelompok, tapi kalau mereka buat sendiri sering terjadi bias. Karena itu, kami sarankan penyusunan RUKK melibatkan konsultan pengawas atau konsultan perencana. Tolong dicek ulang siapa yang menyusun RUKK di lapangan,” jelasnya.
Ia menegaskan, keterlibatan konsultan akan meminimalkan kesalahan teknis serta memastikan kesesuaian antara kebutuhan riil di lapangan dengan perhitungan biaya dalam RAB.
“Konsultan pengawas tentu memahami kebutuhan dalam RAB, sehingga menjamin kesesuaian antara dokumen perencanaan dan pelaksanaan,” tambahnya.
Melalui kegiatan ini, sinergi antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan semakin solid. Pendampingan OPLAH 2025 menjadi momentum memperkuat tata kelola pertanian agar pelaksanaannya efektif, transparan, dan memberi manfaat nyata bagi peningkatan produksi pangan di Provinsi NTB.