SUMBAWAPOST.com, Mataram- Proyek irigasi Bintang Bano kembali jadi sorotan. Kuasa Hukum Masyarakat Sipil NTB, Muhammad Arief, SH., mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) segera turun tangan memeriksa seluruh pihak yang terlibat, mulai dari BBWS NT I hingga kontraktor pelaksana.
Menurut Arief, pihaknya siap mengungkap dugaan penyimpangan dalam penggunaan beton precast atau U-Ditch untuk saluran irigasi Bintang Bano Tahun Anggaran 2025, yang ditengarai ilegal.
Proyek senilai puluhan miliar rupiah ini bersumber dari dana APBN 2025 dan ditender melalui mekanisme e-catalog. Namun, sistem ini dinilai menutup akses publik untuk mengetahui nilai proyek maupun pemenang tender.
“Sehingga pelaksanaan proyek ini dikategorikan tidak transparan bagi publik,” ujar Arief. Jum’at (12/9).
Arief mengungkap, pihaknya menemukan adanya aktivitas pengangkutan material U-Ditch dari Sumbawa Besar ke Sumbawa Barat. Setelah ditelusuri, beton K-300 tersebut ternyata digunakan untuk pembangunan jaringan irigasi Bintang Bano.
“Setelah kami telusuri ternyata beton-beton tersebut didropping di lokasi proyek irigasi Bintang Bano yang sedang dibangun,” akui Arief.
Lebih jauh, Arief menuding penggunaan beton precast pada beberapa proyek BBWS NT I menyalahi standar mutu.
“Jika bicara mutu beton, maka kita mesti bicara material yang dipakai. Contohnya seperti pasir. Jika ingin mencapai kualitas atau mutu beton yang baik, berdasarkan standar yang diinginkan, maka kita membutuhkan material pasir yang memenuhi kualifikasi, sehingga kita bisa mendapatkan mutu beton yang kita inginkan,” jelas Arief.
Ia kemudian mempertanyakan sumber material pasir berkualitas di Pulau Sumbawa. “Pertanyaannya sekarang, di mana di Pulau Sumbawa didapatkan material pasir berkualitas yang dapat memenuhi standar mutu beton yang baik, jika mengacu pada kajian teknik atau hasil laboratorium,” cetusnya.
Menurut Arief, kondisi ini menunjukkan adanya penyimpangan dan pelanggaran spesifikasi teknis (Bastek).
Arief juga menyoroti kemungkinan beton dicetak sendiri oleh kontraktor tanpa melalui pabrikasi berizin resmi. Padahal, dokumen lelang mewajibkan peserta tender melampirkan dukungan resmi dari pabrik beton precast.
“Kalau kontraktor cetak sendiri, bagaimana cara mengukur kualitas beton yang akan terpasang,” tegas Arief.
Berdasarkan Surat Edaran Menteri PUPR Nomor 15 Tahun 2019 Pasal 5, pengendalian mutu beton seharusnya dilakukan oleh lembaga bersertifikasi resmi. Namun faktanya, pengendalian mutu justru dilakukan kontraktor secara mandiri.
“Ini merupakan pelanggaran serius dan jelas terhadap peraturan yang berlaku. Tindakan kontraktor tersebut berpotensi menimbulkan kerugian finansial signifikan, membahayakan keselamatan publik, dan merusak kepercayaan masyarakat terhadap pelaksanaan proyek pemerintah,” tandas Arief.
Arief menegaskan, APH harus segera mengambil langkah hukum.
Ia meminta audit menyeluruh terhadap seluruh pekerjaan beton di proyek BBWS NT I, termasuk dokumen mutu dan proses pengendalian.
“Berikan sanksi tegas kepada kontraktor yang melakukan pengendalian mutu secara mandiri, sesuai hukum dan peraturan yang berlaku. Pastikan setiap tahap pekerjaan beton selanjutnya mematuhi ketentuan resmi, menggunakan lembaga pengendali mutu bersertifikasi, demi menjamin kualitas, keamanan, dan keberlanjutan proyek,” pungkas Arief.












