Dugaan munculnya honorer Siluman di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) mulai menuai sorotan tajam. DPRD NTB bersama Aliansi Honorer mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) segera membuka data 518 pegawai non-ASN penerima gaji dari APBD. Mereka khawatir, ada nama-nama fiktif yang menikmati anggaran tanpa bekerja nyata di lapangan.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Dugaan adanya penyelundupan tenaga honorer di lingkungan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali mencuat. Isu ini mencoreng semangat reformasi birokrasi dan menjadi sorotan tajam dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara DPRD NTB dan pihak eksekutif.
Koordinator Aliansi Honorer Non-Database (gagal CPNS 2024), Irfan, mengungkap adanya indikasi manipulasi administrasi di tubuh Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB. Ia menyebut dinas tersebut diduga menerbitkan dua surat keputusan (SK) berbeda dalam tahun yang sama terkait pengangkatan tenaga honorer.
“Temuan ini menimbulkan kecurigaan adanya praktik penyelundupan honorer yang tidak sesuai prosedur. Tidak menutup kemungkinan hal serupa juga terjadi di OPD-OPD lain,” ujar Irfan dalam forum RDP bersama anggota DPRD NTB, dalam keterangan yang diterima media ini. Rabu (15/10).
Irfan menjelaskan, pihaknya telah mengonfirmasi langsung ke Sekretaris Dinas Pertanian dan Perkebunan NTB terkait kejanggalan tersebut. Dalam pertemuan itu, pejabat dimaksud mengakui dan menganulir keberlakuan SK kedua (SK II) dengan menyatakan bahwa dokumen itu tidak sah dan tidak berlaku.
Namun faktanya, kata Irfan, nama-nama yang tercantum dalam SK II justru tetap menerima insentif gaji dua kali melalui pos anggaran honorer APBD.
“Artinya, meskipun SK II dinyatakan tidak berlaku, faktanya tetap ada penerimaan insentif. Ini harus menjadi perhatian serius aparat pengawas internal,” tegasnya.
Atas dugaan tersebut, Irfan mendesak Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi NTB untuk segera membuka secara transparan daftar 518 tenaga honorer penerima gaji APBD, sebagaimana data yang sebelumnya pernah disebutkan BKD.
Nada serupa disampaikan oleh Ketua Komisi I DPRD NTB, H. Moh. Akri, S.HI, yang menegaskan pentingnya keterbukaan publik sebagai bentuk tanggung jawab moral pemerintah daerah.
“BKD harus membuka data 518 honorer yang digaji APBD itu secara transparan. Ini penting agar publik tahu siapa yang benar-benar mengabdi dan siapa yang muncul karena penyelundupan administrasi,” tegas Akri.
RDP tersebut menjadi panggung penting bagi DPRD dan Aliansi Honorer Non-Database untuk menuntut transparansi, akuntabilitas, dan penertiban data honorer di seluruh OPD Pemprov NTB.
Terpisah, Kepala BKD NTB Tri Budi Prayitno yang dihubungi media hingga berita ini diterbitkan belum mendapatkan tanggapan.












