Publik dibuat tercengang. Bukan karena gempa, bukan pula karena banjir, melainkan karena lenyapnya dana Belanja Tidak Terduga (BTT) sebesar Rp145 miliar dari kas Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Uang rakyat yang seharusnya disiapkan untuk menghadapi bencana, justru terseret entah ke mana tanpa jejak jelas. Kini, Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) NTB lantang bersuara, menuntut transparansi dan pertanggungjawaban dari pemerintah daerah.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Alokasi Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) tahun 2025 kembali menjadi sorotan tajam publik. Ketua Eksekutif Wilayah Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (EW LMND) NTB, Muhammad Ramadhan, mempertanyakan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan dana ratusan miliar rupiah yang dinilai janggal dan tidak jelas penggunaannya.
“Bagaimana mungkin, di tengah kebutuhan mendesak untuk pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, dana BTT sebesar Rp145 miliar lenyap tanpa jejak yang jelas?,” tegas Ramadhan, Sabtu (1/11/2025) dalam keterangan yang diterima media ini.
LMND NTB menemukan adanya ketidaksesuaian mencolok antara sejumlah dokumen keuangan daerah dalam Nota Keuangan Rancangan APBD 2025, Pergub 02/2025, Pergub 06/2025, Perda Nomor 8 Tahun 2025, hingga Pergub 24/2025.
Awalnya, dana BTT hanya dianggarkan sebesar Rp5,755 miliar. Namun, jumlah tersebut melonjak tajam hingga Rp500,97 miliar tanpa penjelasan memadai mengenai adanya bencana besar atau keadaan darurat yang mendesak.
Yang lebih mengherankan, setelah dilakukan pergeseran anggaran melalui Pergub 02/2025 dan 06/2025, sisa dana BTT yang seharusnya Rp161,606 miliar justru menyusut menjadi Rp16,410 miliar dalam APBD Perubahan dan Pergub 24/2025.
“Pertanyaan mendasar yang harus dijawab oleh Gubernur NTB adalah ke mana hilangnya dana BTT sebesar Rp145 miliar? Apakah dana tersebut digunakan sesuai aturan? Masyarakat berhak tahu ke mana uang publik ini dialirkan,” ujar Ramadhan.
Menurut LMND, minimnya transparansi dalam pengelolaan dana BTT sangat mengkhawatirkan karena berpotensi merusak kepercayaan publik dan menghambat pembangunan daerah. Dana tersebut seharusnya menjadi solusi untuk kondisi darurat, bukan ladang penyalahgunaan anggaran.
Ramadhan mendesak DPRD NTB dan lembaga pengawas keuangan agar segera turun tangan melakukan investigasi mendalam. “Jika terbukti ada penyalahgunaan, pelakunya harus dihukum sesuai hukum yang berlaku,” tegasnya.
Dari total alokasi BTT sebesar Rp500 miliar dalam APBD Murni 2025, lebih dari Rp484 miliar telah digunakan. Akibatnya, sisa dana dalam APBD Perubahan kini hanya tersisa Rp16,4 miliar. Pergeseran anggaran besar ini terjadi di masa kepemimpinan Gubernur Lalu Muhamad Iqbal dan Wakil Gubernur Indah Dhamayanti Putri. Berdasarkan data, Pemprov NTB melakukan dua kali pergeseran anggaran melalui Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang diteken pada 28 Mei 2025:
1. Pergeseran pertama sebesar Rp130 miliar.
2. Pergeseran kedua sebesar Rp210 miliar, menyisakan dana BTT sekitar Rp160 miliar sebelum akhirnya kembali menyusut.
Menanggapi hal tersebut, Inspektur Provinsi NTB Budi Herman menegaskan bahwa kasus BTT telah menjadi prioritas audit Inspektorat. “Bukan masuk lagi, tapi sudah menjadi program kita untuk melakukan review audit,” jelasnya di Mataram, kemarin.
Budi meminta publik tidak berspekulasi sebelum hasil audit resmi keluar. “Soal BTT ini pasti ada proses audit. Saat ini lagi on process, kita lihat nanti hasil kesimpulannya. Kita tidak bisa berandai-andai,” ujarnya.
Ia menambahkan, seluruh program dan aset Pemprov NTB selalu berada dalam pengawasan rutin Inspektorat. “Kalau ada pergeseran yang dianggap tidak sesuai porsinya, ya kita tanya dulu sumbernya. Bisa jadi ada hal administratif atau teknis yang menyebabkan itu bisa terjadi,” jelasnya.
Sementara itu, Anggota DPRD NTB Abdul Rahim menilai langkah Gubernur menerbitkan Pergub 06 Tahun 2025 tentang Pergeseran Anggaran perlu dikaji ulang.
“Syarat pencairan dana BTT harus memenuhi unsur penetapan status darurat oleh kepala daerah atau instansi terkait. Kalau tidak, itu bisa menyalahi aturan,” ungkapnya.
Rahim mengingatkan, berdasarkan PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah, dana BTT hanya boleh digunakan untuk keadaan darurat atau kejadian luar biasa seperti bencana alam, sosial, atau non-alam.
“Sayangnya, hingga kini rincian penggunaan dana BTT belum pernah dilaporkan Gubernur kepada DPRD. Padahal itu penting untuk fungsi pengawasan. Kalau tidak transparan, bisa menimbulkan persoalan hukum di kemudian hari,” sesalnya.
Temuan serupa juga disampaikan oleh Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB. Direktur Fitra NTB, Ramli, menyebut pengelolaan BTT tahun 2025 sarat kejanggalan.
“Di APBD murni 2025, Pemprov mengalokasikan BTT Rp500 miliar di masa Pj Gubernur Hassanudin. Tapi saat itu tidak ada bencana besar yang mendesak,” ujarnya (8/9/2025).
Setelah kepemimpinan definitif Iqbal-Dinda, terjadi dua kali pergeseran besar masing-masing Rp130 miliar dan Rp210 miliar, hingga sisa BTT tinggal Rp160 miliar. “Ini sudah keluar dari kolam rencana pemanfaatan awal untuk situasi kontinjensi,” tegas Ramli.
Ia menduga dana BTT diparkir untuk mendukung program visi-misi Gubernur, termasuk program Makan Bergizi Gratis.
“Justifikasi penganggarannya di awal juga tidak kita tahu, jadi belum jelas,” tambahnya.
Ramli juga mengkritik TAPD dan DPRD yang dinilai lalai dalam pembahasan anggaran. “Kebutuhan belanja pegawai seharusnya sudah dialokasikan sejak awal, bukan diambil dari BTT,” jelasnya.
Ironisnya, dana BTT justru tidak digunakan saat terjadi bencana banjir besar di Kota Mataram (6 Juli 2025) maupun di Kecamatan Wera dan Ambalawi, Kabupaten Bima, yang menewaskan enam orang.
Anggota DPRD NTB Dapil VI, Muhammad Aminurlah, mengungkapkan bahwa tidak ada dana rehab-rekon dari BTT untuk penanganan bencana tersebut.
Menanggapi hal itu, Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal membenarkan bahwa Pemprov tidak menggunakan dana BTT maupun bantuan BNPB dalam penanganan banjir. “Dengan adanya penetapan status darurat otomatis kita bisa mengakses BTT. Tapi sampai detik ini tidak ada anggaran BTT yang digunakan,” jelasnya saat pertemuan dengan BNPB, Rabu (9/7/2025).
Iqbal menegaskan pentingnya penetapan status darurat agar penanganan bencana lebih cepat dan memiliki dasar hukum yang kuat. “Mau ada tambahan dana atau tidak, status darurat tetap harus dinaikkan supaya ada dasar kita untuk membantu,” pungkasnya.












