TAMPA LELAH, Wakil Rakyat yang satu ini terus bersuara memperjuangkan harapan dan jeritan warga terdampak banjir. Apalah daya, penggunaan Dana Belanja Tidak Terduga (BTT) Rp500 miliar untuk 2025 justru tidak berpihak dan mengabaikan korban banjir. Anggota DPRD NTB Muhamad Aminurlah menyoroti hati nurani Gubernur, karena anggaran ratusan miliar yang seharusnya menjadi penyelamat warga terdampak bencana malah tidak tersentuh, menimbulkan pertanyaan serius mengenai prioritas dan akuntabilitas pemerintah daerah.
SUMBAWAPOST.com, Mataram- Anggota DPRD NTB dari Dapil VI (Bima, Kota Bima, dan Dompu), Muhamad Aminurlah atau akrab disapa Aji Maman, melontarkan kritik keras terhadap pengelolaan anggaran penanganan banjir oleh Pemerintah Provinsi NTB. Ia menilai pemerintah tidak serius menangani dampak bencana, terutama di Kabupaten Bima yang masih memprihatinkan pasca-banjir.
“Berapa pun angka yang disepakati di Banggar, itu menunjukkan ada niat dan kesadaran pemerintah untuk menganggarkan. Tapi faktanya, recovery akibat banjir kemarin tidak jelas. Sungai dangkal dibiarkan, sedimentasi dibiarkan, bendungan yang rusak juga dibiarkan. Lalu, di mana harga diri kita? Di mana hati nurani pemerintah kalau kebutuhan dasar masyarakat kecil tidak dipulihkan?” tegasnya usai Rapat Paripurna DPRD NTB, Jumat (26/9).
Aji Maman, politisi PAN asal Dapil VI, menekankan bahwa tanpa perbaikan infrastruktur dasar seperti bendungan dan saluran irigasi, petani akan semakin sulit mengelola sawah.
“Bagaimana sawah bisa ditanami kalau irigasinya rusak? Hati nurani siapa yang harusnya tergerak? Itu tanggung jawab gubernur,” sindirnya.
Lebih jauh, Aji Maman juga menyoroti penggunaan Belanja Tidak Terduga (BTT) yang mencapai Rp500 miliar lebih. Menurutnya, dana tersebut seharusnya diprioritaskan untuk penanganan banjir, bukan sekadar pergeseran anggaran sepihak oleh gubernur.
“Pergeseran anggaran memang hak gubernur, kita tidak boleh ikut campur. Tapi sesuai aturan, paling lama satu bulan setelah pergeseran itu harus disampaikan ke pimpinan dewan. Sampai hari ini, kita tidak tahu apa yang digeser dari Rp500 miliar itu. Jadi, transparansinya di mana?” ujarnya.
Ia menegaskan, fungsi pengawasan DPRD tidak boleh dilemahkan hanya karena minimnya informasi dari eksekutif. “Kalau komunikasi tidak jalan, publik pasti menilai kacau. Yang jadi korban ya masyarakat kita sendiri,” tambahnya.
Sebelumnya, kekecewaan warga Desa Nanga Wera, Kecamatan Wera, Kabupaten Bima kembali memuncak. Mereka melakukan blokade jalan di Dusun Jati, lokasi terdampak banjir, sebagai bentuk protes karena bantuan yang dijanjikan pemerintah tak kunjung terealisasi.
Tokoh pemuda setempat, Ahmadi alias Uba Bimba, menegaskan warga kecewa karena rumah layak huni belum diberikan, saluran irigasi rusak, dan fasilitas umum tak kunjung diperbaiki.
“Kami sudah berbulan-bulan bertahan di lokasi banjir, tapi sampai sekarang tidak ada tindakan nyata dari pemerintah,” tegasnya.
Aksi warga sempat memicu gesekan, namun berhasil dilerai aparat kepolisian dan TNI yang berjaga di lokasi.
Dalam rapat paripurna sebelumnya, Rabu (24/9), Aji Maman kembali menekankan bahwa BTT wajib dialokasikan untuk korban bencana, khususnya di tiga kecamatan terparah yakni Lambu, Wera, dan Ambalawi.
“Yang BTT itu wajib dianggarkan untuk korban bencana di Bima, terutama tiga kecamatan itu. Itu wajib,” tegasnya.
Menurutnya, prioritas utama adalah pemulihan sektor pertanian. Banyak petani kesulitan menanam karena sawah terendam, bendungan rusak, dan sedimentasi sungai tak tertangani.
“Petani harus bisa kembali menanam, sawah harus produktif lagi, dan sistem irigasi yang rusak harus segera diperbaiki,” jelasnya.
Aji Maman juga menekankan bahwa penggunaan dana BTT harus transparan agar masyarakat dapat mengawasi langsung, memastikan bantuan tepat sasaran, serta mencegah penyalahgunaan.
“Ini bukan hanya soal uang, tapi soal kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah daerah,” ujarnya.
“Banyak warga masih kesulitan pasca-banjir. Kebutuhan pokok dan pemulihan infrastruktur harus jadi prioritas utama,” pungkasnya.
Sebelumnya, Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) NTB menemukan kejanggalan dalam pengelolaan anggaran Belanja Tidak Terduga (BTT) Pemerintah Provinsi NTB tahun 2025. Pergeseran dana yang mencapai ratusan miliar rupiah dinilai tidak selaras dengan tujuan awal BTT sebagai anggaran darurat.
Direktur Fitra NTB, Ramli, menjelaskan bahwa pada APBD murni 2025, Pemprov NTB mengalokasikan BTT sebesar Rp500 miliar saat masa kepemimpinan Penjabat (PJ) Gubernur Hassanudin. Namun, menurut Ramli, kala itu tidak ada kebutuhan mendesak seperti bencana gempa, tsunami, atau banjir bandang.
“Jadi saya tidak melihat ada kebutuhan yang besar saat itu,” ujar Ramli, Senin (8/9).
Setelah kepemimpinan definitif Gubernur Iqbal-Dinda, anggaran BTT mengalami dua kali pergeseran berdasarkan Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang ditetapkan 28 Mei 2025. Pergeseran pertama sebesar Rp130 miliar dan yang kedua Rp210 miliar, sehingga sisa anggaran BTT tersisa Rp160 miliar.
“Ini sudah keluar dari kolam rencana pemanfaatan awal untuk situasi kontinjensi,” tegas Ramli.
Fitra NTB mempertanyakan tujuan pengalihan dana tersebut. Ramli menilai ada dugaan dana BTT diparkir untuk mendukung visi-misi Gubernur NTB Lalu Muhamad Iqbal, termasuk program Makan Bergizi Gratis.
“Justifikasi penganggarannya di awal juga tidak kita tahu, jadi belum jelas,” tambahnya.
Berdasarkan regulasi, pergeseran BTT memang diperbolehkan untuk kebutuhan darurat dan mendesak, baik bencana alam maupun non-alam. Catatan Fitra NTB menyebut, pergeseran pertama merujuk pada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Anggaran, sementara pergeseran kedua digunakan untuk menutup belanja pegawai dan percepatan perbaikan infrastruktur jalan.
“Dari perspektif itu sah. Hanya saja, TAPD dan DPRD dalam pembahasan anggaran tidak melaksanakannya dengan baik. Kebutuhan belanja pegawai seharusnya sudah dialokasikan sejak awal,” jelas Ramli.
Ironisnya, dana BTT tidak digunakan ketika terjadi bencana banjir di Kota Mataram pada 6 Juli 2025 maupun banjir bandang di Kecamatan Wera dan Ambalawi, Kabupaten Bima, yang menewaskan enam orang dan merusak infrastruktur vital.
Anggota DPRD NTB Dapil VI, Muhammad Aminurlah, menegaskan bahwa tidak ada dana rehab-rekon dari BTT yang digunakan untuk penanganan bencana tersebut.
Hal ini juga dikonfirmasi Gubernur NTB, Lalu Muhamad Iqbal, yang menyebut Pemprov tidak memanfaatkan BTT maupun bantuan BNPB dalam penanganan banjir. Pemerintah hanya mengandalkan sumber daya dari OPD Pemprov dan Pemkot Mataram.
“Dengan adanya penetapan status darurat otomatis kita bisa mengakses BTT. Tapi sampai detik ini tidak ada anggaran BTT yang digunakan,” jelas Iqbal saat pertemuan dengan BNPB, Rabu (9/7).
Iqbal menegaskan bahwa penetapan status darurat sangat penting agar penanganan bencana lebih cepat dan memiliki dasar hukum yang jelas.
“Mau ada tambahan dana atau tidak, status darurat tetap harus dinaikkan supaya ada dasar kita untuk membantu,” pungkasnya.












